Halaman

Tuesday, August 23, 2005

[puisi toek cintaku (lagi)]

Cinta, rupanya lapangku tak bertahan lama.
Awal lega itu berganti lelahku kini,
menahan segenggam rinduku menjumpaimu.
Cinta, bila dapat kuberlari,
menggapaimu
detik ini.

perhatian: harap jangan pada sirik! hehehehe...

alhamdulillah, cintaku akan pulang esok malam...can't wait to see you, hunn...!

Friday, August 19, 2005

Menanti Bintang Kecil

Apa yang dirasakan bila kehilangan sesuatu? Sedih, marah, kecewa, dan berbagai perasaan lain yang pastinya berkecamuk di hati. Apalagi bila sesuatu tersebut hilang karena diambil oleh orang lain yang tidak berhak memilikinya. Namun bila 'kehilangan' itu memang jalan yang terbaik untuk kita, harusnya kita malah bersyukur. Mungkin memang sesuatu tersebut belum waktunya kita miliki, atau mungkin diri kita yang belum siap untuk memilikinya. Apapun, yang jelas pasti di balik setiap kejadian pasti ada hikmah.

Betapapun mencoba untuk mengikhlaskan, namun ternyata tak selalu mudah. Itulah, upaya keras untuk senantiasa menjaga kebersihan dan kelapangan hati memang butuh perjuangan. Kelelahan itu memang harus dirasakan, itulah tandanya orang-orang yang selalu berikhtiar setiap kali menginginkan sesuatu. Pengorbanan, tentu bukan lagi hal yang asing untuk 'disandingkan' dengan keinginan tersebut.

Keinginan untuk memiliki buah hati, adalah satu hal yang bisa saya sebutkan sebagai satu hal yang paling diinginkan wanita yang telah menjadi seorang istri.

Saya memiliki beberapa orang teman, yang kesemuanya memiliki keinginan tersebut. Setiap kali 'periode' masing-masing tiba, semua berdebar. Ketika yang satu 'gagal', yang lain turut sedih. Kemudian saling menyabarkan dan mendoakan. Suatu kali, saya begitu ingat, teman saya yang baru saja menikah satu bulan langsung membuat heboh saya dan teman-teman lain. Ia yang paling dulu 'berhasil' melewati periode tersebut tanpa gagal. Semua bersyukur sambil terkaget-kaget, namun ada yang sangat bersedih. Merasa didahului, mungkin. Sekitar tiga bulan berselang, ternyata si mbak yang bersedih itu dikabulkan doanya. Saya tahu, betapa ia merasakan kesedihan saat harus menunggu hingga beberapa bulan setelah menikah baru diberikan rezeki tersebut. Apalagi harus didahului oleh seorang juniornya. Maka, ketika ia membawa berita gembira tersebut, kami semua memberinya selamat, doa yang tak habis-habis, dan saya pun menangis terharu. Entah mengapa, pagi itu saya begitu gembira untuknya.

Hal itu telah cukup lama berlalu, hingga hampir setahun saya mengenal teman-teman saya itu. Kini tinggal tiga orang dari lima yang dulu sama-sama menanti. Tiga orang tersebut, hingga kini, masih melantunkan doa sekuat tenaga dalam hati. Berharap, dan terus berharap, juga saling mendoakan dan menantikan saat-saat penting itu tiap bulannya. Berhasilkah ia? Gagalkah? Ternyata sedemikian kuat keinginan kami. Agak sedikit menggelikan bila menyaksikan langsung raut wajah masing-masing bila periode tersebut datang. Sepertinya kalender di meja masing-masing dihitung berulang kali setiap hari. Namanya aja usaha, begitu kilah kami. Tapi saya begitu menghargai perasaan kami bertiga, sebab ia sangat indah menurut saya. Perasaan berdebar menantikan fase 'naik tingkat' bagi seorang istri, yaitu menjadi ibu. Bagaimana yang perasaan seorang wanita yang merelakan bayinya dibuang sebab ia dilahirkan tanpa diinginkan? Jangan tanyakan itu pada kami bertiga.

Di sinilah Allah menguji kesabaran dan kekuatan hamba-hamba-Nya dalam berikhtiar. Memang tak pernah mudah ujian itu dilewati. Kalaulah kesabaran yang menang, maka bersyukurlah. Sebab ia akan digantikan dengan ganjaran yang pasti membahagiakan.

Saya yakin, keinginan itu masih terpancang kuat dalam hati-hati kami. Pun doa itu masih terus diukir dan dilantunkan tak henti-hentinya. Menjaga ketenangan hati dan pikiran, itu sangat penting untuk selalu dilakukan. Jangan sampai ketidaksabaran menjerumuskan ikhtiar tersebut kepada hal yang tak halal dilakukan. Na'udzubillahi min dzaalik. Semoga Allah menghindari kami dan mereka yang juga mengalami hal yang sama, dari hal tersebut.

Maka, bersabarlah. Mungkin Allah sedang menyiapkan skenario terindah yang nanti akan kita nikmati, bila kita telah melewati ujian ini dengan penuh keikhlasan....


*dedicated to Mbak Travel n Eci tersayang...
(judul di atas diambil dari 'calon artikel' yang ditulis oleh Mbak Travel)

Monday, August 15, 2005

Nostalgia !


Image hosted by Photobucket.com

Star Trek The Next Generation - THE CREW

Sabtu kemarin benar-benar waktunya NOSTALGIA. Saya mengunjungi seorang teman lama, teman saya sewaktu SD, namanya Gita. Kami berdua, entah kenapa, punya satu kesamaan yang sampai sekarang masih saja menjadi bahan omongan seru ketika bertemu: Star Trek The Next Generation.

Teman saya ini, punya kebiasaan yang cukup menyenangkan bagi saya. Sejak lulus SD, kami tidak lagi satu sekolah. Tapi kami hampir tidak pernah berhenti saling 'mengunjungi' dalam surat, email, dan sesekali telepon atau sms. Yang selalu membuat saya senang adalah, setiap kali ia membalas atau menulis surat kepada saya, tak pernah kurang dari satu halaman penuh, bahkan seringkali berlembar-lembar. Demikian juga ketika ia menulis email. Satu hal yang menggembirakan, sebab saya tidak pernah bisa melepaskan rasa kangen pada teman-teman lama. Mereka menempati satu ruang khusus dalam hati saya, yang pintunya tak pernah terkunci.

Image hosted by Photobucket.com

Star Trek The Next Generation-THE SHIP

Beberapa bulan lalu, kami berdua hadir pada reuni SD. Kurang lebih lima belas orang bertemu kembali, dan sudah pasti heboh. Semenjak itu, kami berdua jarang berkirim kabar, sampai sekitar dua pekan lalu saya menerima sebuah email panjang darinya. Sekali lagi, membahas topik kegemaran kami: Star Trek The Next Generation. Selepas itu, timbul ide menarik untuk mengadakan pertemuan istimewa. Saya berjanji untuk mengunjungi rumahnya, dan kami berdua akan menghabiskan waktu dengan bernostalgia, khusus untuk favorit kami berdua itu. Beberapa hari setelahnya, kami berdua jadi rajin berkirim email serta sempat chatting pula. Saya mendapatinya tak sabar menunggu waktu pertemuan kami, dan rupanya demikian juga saya. Kalau email bisa bersuara, maka mungkin akan terdengar cekakak-cekikik, sibuk membahas kekonyolan yang pernah kami lakukan semasa SD dulu.

Image hosted by Photobucket.com


Sabtu siang, saya sudah duduk rapi di ruang tamu teman saya itu. Kami berdua bercengkrama sambil menghabiskan cemilan yang seperti tak habis-habis di atas meja tamu. Beberapa buah VCD diputar, dan obrolan kami makin asyik. Seputar film kesayangan kami itu, dan seluruh tingkah polah para pemainnya. Lembar demi lembar memori waktu SD pun terbayang kembali.

Waktu itu kami duduk di kelas 5 SD. Saya dan Gita bisa dibilang cukup dekat, dan bila berkaitan dengan hobi yang satu ini, kami bisa jadi sangat dekat. Suatu hari, Gita menceritakan perihal film yang baru saja ia tonton dan rupanya telah memikat hatinya sedemikian rupa. Saya, yang selalu antusias untuk urusan mengobrol, mendengarkan dengan sangat tertarik. Saya sendiri cukup menggemari hal-hal yang berbau 'luar angkasa' dan planet-planet. Jadilah kami berdua 'keranjingan' film tersebut, dan mulai mengajak beberapa teman yang dekat untuk ikut 'berperan' menjadi masing-masing tokoh dalam film tersebut. Bahkan kami berdua, yang memang hobi menulis apa saja, mulai membuat kesepakatan bahwa kami akan menciptakan cerita sendiri, berdasarkan tokoh-tokoh kesayangan kami itu. Jadilah satu buku penuh dengan tulisan berantakan kami berdua. Dan ternyata itu tak berhenti sampai bangku SD saja.

Sabtu kemarin, saya pulang dengan membawa satu buah buku yang sudah dekil dan 'tak layak simpan' dengan kertas-kertas yang sudah hampir menguning. Buku kumpulan cerpen kami. Isinya adalah beberapa cerpen hasil 'khayalan' kami berdua, hampir seperti 'sambungan dari episode film Star Trek The Next Generation versi Vita dan Gita'. Saya sungguh tidak bisa menahan tawa geli, dan akhirnya kami berdua kembali 'cekikikan' di ruang tamu rumah Gita. Yang paling lucu adalah, salah seorang teman kami pernah kami juluki 'si Worf' (salah satu tokoh film tersebut) sebagai bahan ledekan. Worf adalah salah seorang bangsa Klingon dengan ciri fisik memiliki tubuh besar serta jidat berkerut-kerut aneh. Tetapi akhirnya, teman kami itu malah menggilai Star Trek, kelima-lima versinya!

Hari itu saya pulang dengan perasaan ringan dan riang gembira. Sepertinya separuh beban yang menggelayut di pikiran ini lepas sudah. Rupanya sedikit bernostalgia dengan teman lama, membicarakan hal yang sama-sama digemari, adalah pelepas lelah yang sangat manjur.






"Miss Chatting"

“Kamu mau chatting lagi, Ra?”

Eh…dia malah senyum-senyum sendirian. Tangannya masih sibuk membereskan buku-buku dan memasukkannya semua ke dalam tas.

“Memangnya kamu ada janji chatting jam berapa sih? Sekarang? Emangnya penting banget ya, Ra?”

Rara menoleh padaku sebentar, lalu mengedipkan matanya, dan kembali sibuk dengan tasnya.

“Huuh..! Dasar centil!” Kataku kesal. Memangnya enak dicuekin ?!


Ketagihan chatting?? Owh, No!!! Begitulah Lindi, seorang cewek manis yang masih duduk di bangku SMA. Awalnya, ia bisa dibilang gaptek dan tidak mengenal internet sama sekali. Ternyata hobi chatting itu 'ditularkan' secara tidak sengaja dari sahabatnya, Rara, dan segera menjadi kegiatan favorit Lindi hampir setiap pulang sekolah. Sampai ketika Lindi 'terjebak' pada rayuan gombal para teman chatting yang sebenarnya tidak ia kenal. Gimana perjuangan Lindi belajar chatting? Apa yang akhirnya dapat 'menyembuhkan' Lindi dari 'demam chatting'?

Baca aja sendiri!!! Jangan sampe ketinggalan, ya!!!

"Miss Chatting"

(karya DH Devita)

dalam buku

"I Love U SoMad"

Antologi Milad LPPH 2005

Penerbit: Lingkar Pena Publishing House



Image hosted by Photobucket.com


ps. segera satronin toko buku terdekat!



Wednesday, August 10, 2005

Aku dan Diriku

Setiap diri kita punya keunikan masing-masing. Dan rasanya tidak ada seorang pun yang ingin dirinya dibanding-bandingkan dengan orang lain. Menjadi diri sendiri, dengan menerima segala kelebihan dan kekurangan yang ada, mungkin akan lebih sulit dibandingkan melihat apa yang ada pada orang lain kemudian memujinya, atau bahkan melecehkannya.

Menjadi diri sendiri yang berbeda dari orang-orang di sekitar, entah kenapa menjadi suatu hal yang membutuhkan perjuangan keras untuk mencapainya. Sebab kini sudah begitu banyak orang yang merasa “senang” menjadi orang lain. Menjadi seseorang yang bukan dirinya yang asli. Supaya juga dipandang hebat oleh orang lain yang melihat, supaya mendapatkan sebuah penghormatan yang sama, tidak bisa menerima perbedaan yang ada.

Saya sendiri pernah mengalaminya. Ketika itu, waktu saya masih duduk di bangku sekolah dasar, saya merasakan betul betapa saya berambisi untuk selalu berada pada lima besar setiap kali pembagian rapor. Dan memang itu yang terjadi, setiap kali nilai ulangan dibagikan, setiap kali pembagian rapor, saya selalu memasang telinga baik-baik, siapakah nama yang disebutkan sebagai peraih nilai terbaik. Dan seringkali saya melonjak kegirangan ketika nama saya sendiri yang disebutkan.

Saya ingat, suatu kali sepulang sekolah, saya disuruh untuk menelpon seorang teman seangkatan untuk menanyakan nilai-nilai yang diperolehnya. Waktu itu, dengan sangat bersemangat, saya membandingkan nilai yang tertera di setiap lembar buku ulangan tersebut. Ketika saya memperoleh nilai lebih tinggi, maka saya akan bersorak keras dan meledeknya, dan ketika teman saya itu yang memiliki nilai lebih tinggi, maka ia pun berlaku serupa. Sekilas, pemandangan itu mungkin akan terlihat lucu. Namun bila diperhatikan baik-baik, sebaiknya kita bertanya pada diri sendiri, apakah peristiwa tersebut menggambarkan pola hubungan yang sehat di antara kedua anak kecil berusia tak lebih dari delapan tahun?


…bagaimanapun keadaan diri kita, kelebihan yang ada harus disyukuri…




Dulu, saya pernah mengalami ‘krisis identitas’, sebut saja begitu. Ketika melihat seorang teman atau seseorang yang menurut saya ‘menarik’, baik dari perangai maupun apa tingkah lakunya, maka saya akan mencoba untuk ‘meniru’ sebisa mungkin. Bahkan dalam hal yang kecil sekalipun, misalnya tulisan tangan. Mulai dari duduk di bangku SMP hingga SMU, saya sendiri menyadari bahwa entah berapa puluh kali saya sudah mengganti ‘tulisan tangan’, sebab menurut saya waktu itu tulisan tangan si anu lebih cantik, atau tulisan si itu lebih menarik. Termasuk urusan cara berbicara, topik pembicaraan, bacaan, dan sebagainya. Khas anak baru gede, mungkin. Tapi hal-hal itu cukup membuat pusing kepala. Mengurusi hal-hal yang sepertinya kurang penting. Mencoba untuk menjadi seperti orang lain, dan terus-menerus menganggap diri mempunyai segudang kekurangan. Yang ada, pada beberapa lama, saya sempat sering merasakan inferior atau rendah diri dalam beberapa hal, terutama dalam pergaulan.

Sungguh tidak enak rasanya ketika diri kita dibanding-bandingkan dengan orang lain, dan seringkali hal itu membuat kita merasa harus selalu bersaing dengan orang lain. Dalam hal ini, tentu saja bukan ‘cara bersaing’ yang sehat, apalagi bila pola seperti itu diterapkan kepada anak usia sekolah yang masih memerlukan banyak ‘pengaruh sehat’ bagi perkembangan otak dan mentalnya. Walau ia tak sepintar teman-teman yang lain, tapi pasti ada sebuah titik kecerdasan yang bisa diunggulkan. Walau ia tak mendapat ranking sepuluh besar, bukan berarti ia bodoh lantas patut ditempelkan label itu sepanjang umurnya.

Saya rasa, baik anak kecil maupun orang dewasa, menginginkan dirinya dihargai sepantasnya. Tak harus memaksakan diri untuk menjadi seperti si anu, secantik si ini, atau seluwes si itu. Kadang, lingkungan memang sangat mempengaruhi sikap ‘tidak percaya diri’ tersebut tumbuh subur dalam diri seseorang. Akibatnya, ia jadi kehilangan jati diri dan tak henti berusaha untuk menjadi orang lain. Bila upaya keras itu dilakukan semata-mata hanyalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri (dalam hal keimanan dan kecerdasan, misalnya), maka hal tersebut pastilah membuahkan hasil yang positif. Tapi, bila jerih payah itu ditujukan supaya kita menjadi orang lain yang kita kagumi, bisa jadi kekecewaan yang didapat. Karena diri kita tidak akan pernah bisa menjadi diri orang lain, dan sebaliknya.

Tetapi tidaklah bisa selamanya ‘menyalahkan’ lingkungan, apalagi bila diri kita sudah beranjak dewasa dan cukup umur untuk dapat memisahkan mana hal yang baik dan buruk. Banyak merenung, introspeksi diri, memperkuat keimanan, dan berusaha untuk selalu memperbaiki diri setiap hari, adalah cara-cara untuk mempertebal ketahanan mental. Sehingga apapun pengaruh yang datang dari luar, tak kan berkembang menjadi hasrat untuk melakukan yang tak benar.

Bagaimanapun keadaan diri kita, kelebihan yang ada harus disyukuri, dan kekurangan yang ada pastilah bisa diperbaiki, bila kita mau berusaha.





Monday, August 08, 2005

Bagaimanapun, Syukurilah...

Pagi ini saya lewati dengan aktivitas seperti biasa. Hm...sebenarnya ada yang spesial, karena (lagi-lagi) saya harus berpisah dengan suami yang akan tugas audit ke luar kota, sampai tiga minggu dari sekarang. Fiuhh....

Bangun, sholat subuh berjamaah, dan meregangkan otot sebentar sambil tidur-tiduran, sebelum bersiap-siap untuk bikin sarapan. Hm...masak apa ya? Sebenarnya sudah ada rencana sejak semalam, pokoknya harus sarapan di rumah. Dan harus spesial, karena ia akan pergi jauh. Ada sisa nasi di rice cooker, sosis di freezer, bumbu dapur, telur tinggal sebutir... ha! Bikin nasi goreng sosis! Dengan bumbu favorit saya: cabe merah dan cabe hijau besar...hmm...pedas! Walau tak pakai bumbu instan untuk nasi goreng, tapi ramu-ramu sendiri juga bisa. Saya tersenyum-senyum...rupanya kompor dan penggorengan sudah jadi teman baik saya selama sebulan ini.

Suami salah seorang teman baik saya pernah berkomentar,"Kok si Vita bisa ya tinggal di situ?"

Komentar itu ia lontarkan pada istrinya tepat setelah mereka berkunjung ke kontrakan saya.




Tanggal 22 Agustus nanti, sudah 7 bulan saya menikah. Ups...sudah? Atau 'baru' mungkin tepatnya, ya? Saya jadi teringat, awal menikah dulu, kami langsung tinggal di kontrakan dekat kantor saya. Jl. Bangka, Gang F. Sempit, tapi cukup untuk berdua. Lembab, tapi tak terlalu mengganggu. Ramai (lebih tepatnya: berisik), tapi saya jadi merasa 'aman' kalau ditinggal sendiri. Semua peralatan yang dihadiahkan kepada kami tidak ada yang dibuka, kecuali rice cooker. Masak nasi, panaskan lauk yang dibeli di warung. Setiap hari selama sekitar 4 bulan. Mencuci baju dengan tangan sendiri, dijemur di jemuran seadanya ala kontrakan. Menyapu dan mengepel lantai setiap hari, terutama sore hari sepulang kerja, supaya ketika ia pulang, rumah sudah harum dan bersih.



Image hosted by Photobucket.com



Suami salah seorang teman baik saya pernah berkomentar, "Kok si Vita bisa ya tinggal di situ?" Komentar itu ia lontarkan pada istrinya tepat setelah mereka berkunjung ke kontrakan saya. Dihidangkan dua gelas air putih dan snack seadanya, beralas tikar yang tak cukup memuat kami bertiga. Saat itu, suami sedang lembur di kantor. Saya menyambut mereka dengan tergopoh-gopoh, sebab sedang menjemur pakaian. Mereka datang tanpa memberitahu sebelumnya. Dengan cengar-cengir santai, saya pun menyambut hangat mereka. Pasangan yang juga baru menikah itu, tepat dua bulan setelah saya, celingak-celinguk memperhatikan seluruh isi 'rumah'.

"Kamu nyuci sendiri, Vit?"

"Iya lah...kan kasian suami, capek dia kerja sampe malem, Sabtu gini juga lembur kadang-kadang. Tapi kadang dia juga bantuin kok,"
jawab saya santai.

Ada gurat malu di wajah teman saya itu, dan sang suami pun melirik sambil tertawa. Saya tak perlu jelaskan artinya. Cukup saya pahami saja, dalam hati, sambil sesekali menyempatkan untuk memberi nasihat kecil padanya.



Image hosted by Photobucket.com



Kok bisa tinggal di situ? Sekarang ini, setelah hampir tiga bulan pindah ke kontrakan baru, saya beberapa kali sempat berpikir juga. Membanding-bandingkan apa yang ada dan tidak ada di kontrakan lama. Bagaimanapun, dulu saya pernah tinggal di sana, dan saya bisa melewati semua kesulitan dan keterbatasan itu. Bahkan dengan perasaan senang hati, bahwa saya bisa melakukan semua pekerjaan rumah tangga sendiri. Perasaan bangga dan haru itu benar-benar menyeruak. Saya lantas berpikir, bahwa kita pasti bisa untuk melewati setiap keadaan sulit yang hadir di kehidupan ini, bila ada niat dan kemauan keras untuk membuatnya terlewati. Alhamdulillah…

Sekarang, berkali-kali saya mengucap syukur dalam hati. Rencana kredit rumah, pindah ke tempat yang lebih baik lagi, beli lemari baju supaya tak lagi digantung-gantung di jemuran begitu selesai disetrika, menata komputer pemberian paman di mejanya, memiliki dapur yang lebih luas supaya tak tersandung-sandung saat memasak…ah, itu semua nanti saja. Mimpi yang akan diwujudkan perlahan, bila ada rezeki. Seorang sahabat saya di kantor berkali-kali mengomentari kontrakan saya yang sekarang, katanya tempatnya enak dan dekat dari kantor. Dengan kamar mandi yang jauh lebih bagus dari yang sebelumnya, dengan kamar kecil yang kini tertutup rapat dengan pintu, dengan ruang belakangan yang lebih lega sehingga bisa menyimpan barang-barang….


Image hosted by Photobucket.com



Ah, bagaimanapun, saya benar-benar bersyukur. Baru (akan) tujuh bulan perjalanan ini. Pasti masih akan banyak sekali kejutan-kejutan menanti di depan sana. Alhamdulillah….



Friday, August 05, 2005

September...coming soon...


Sedih,
Sebentar lagi nggak ada lagi ketawa-ketiwi di ruangan sempit di pojokan Rumah Ini.

Eci,
Padahal udah asik banget, dan kayaknya bakal kangen berat. Coz sama-sama akan ‘melanglang buana’ ke tujuan masing-masing. Good luck ya, Ci! Nggak bakalan lupa deh, sama setiap momen ‘gila’ yang pernah kita lewatin: ‘dugem’ bareng di restoran depan Santa Swalayan, kabur ke Food Court Pasaraya Blok M, bareng-bareng naek bus way, nonton tipi sambil ngemil siang-siang di kontrakanku, atau ‘nge-jogrok’ di karpet karena kursi di ruanganku cuman satu. Hehehe…! Semuanya berkesan banget. Nggak bakalan dilupain.

Mbak Lena,
Selalu kagum deh sama mbak ini. Cool, calm, dan smart abis. Tenang, tapi nyaris terlalu tenang, sampe-sampe nggak keliatan emosinya. Dewasa, pokoknya figur ‘kakak’ banget. Yang paling seru, adalah antusiasme-nya waktu diajakin ‘dugem’. Wah! Hobinya sama nih! Salah satu ‘kunci’ yang aku temuin supaya bisa ‘nyambung’ dengan mbak Lena adalah: “Ayat-ayat Cinta”-nya Habiburrahman El Shirazy. Dan juga minat yang sama di bidang penulisan. Mbak, I’ll miss you a lot too.

Mbak Fitra,
Lucu, polos, baik hati, sabar, kadang kayak anak-anak, dan sekarang perutnya udah ndut banget…hehehe…bentar lagi punya dedek ya, mbak?! Temen pulang bareng nih, sejak aku masiy di Jatibening, sampe udah di Mampang. Kesabaran dan sikap easy goingnya bener-bener patut dicontoh. Di balik sikap lugu dan cueknya itu, ada kedewasaan.

Mbak Travel,
Super heboh, super semangat, walau kadang-kadang ngantuknya nular juga. Cerewet abis, dan selalu bikin ngakak. Waduh, selamet deh, mbak…titip semua tugas-tugasku, yah. Haha…met pusing-pusing.

Iis,
Newcomer, dan awalnya kerasa agak susah deket. Mejanya jauh sih. Tapi ternyata, cerewet juga, sama kayak tantenya (dia ini keponakannya mbak Travel). Sedih, di saat-saat ngerasa udah mulai deket ke Iis, aku malah pergi. Haha…ketumpuan tugasku juga ya, Is? Yah…you can do it lah…!

Bu Luwi,
Murobbiyah-nya akhwat-akhwat di kantor. Seru, lucu, Betawi abis, dan business woman lah. Pasti ada aja dagangannya! Hehehe. Titip temen-temen ya, Bu. Kalo lagi ngaji pada tidur, siramin aja. Hehe.

Pria-pria di ruangan dalem,
Hmm…saying goodbye-nya gimana ya? Jordy dan Mr. Romley, makasiy ya, nice knowing you both. Asik, gila, suka iseng yang sering ngeselin, dan lain-lain. Keep fighting, dah! Jangan lupa terus kontak2an ya…apalagi kalo soal bisnis. Hahahaha.


Ada Adit, the newcomer juga, wah…tabah2 aje deh ye…mereka semua emang pada gitu. Hehe. Mudah-mudahan Adit bisa jadi penengah di dalem ya.

Pak Ihsan, Pak Ilyas, Pak Sarwat, Pak Udin,
Makasih, dan maaf kalo ada salah.

Hmm….we all deserve better. Panggung Pelangi ini seharusnya berisikan warna-warni keindahan. Tapi entah kenapa, silau warna itu pudar pelan-pelan, belakangan ini.

Aku selalu bilang, di hadapan kalian juga, bahwa kalian itu seperti 'magnet' buatku. Walau kadang mungkin pernah lah ada momen yang nggak enak, tapi truthly, kondisi pertemanan di sini bener-bener nggak ada gantinya. Specially, buat few people...ha...nggak usah disebutin satu-satu deh ya...nanti ada kecemburuan sosial lagi...hehehehe.

To Dear Husnul, Suhu Gaw, mas Yudhi, n Mr. Omar...haha....i'll follow y'all!

Thursday, August 04, 2005

Dari Seorang Sahabat...

[ini tulisan yang saya copy dari blog seorang sahabat, yang ternyata beliau meng-copy paste email yang saya kirim kepadanya baru-baru ini]

dari sebuah cinta ...

Ini email dari seorang teman. somehow, begitu email ini kebuka, terdengar lagu "Doa Perpisahan"-nya Brothers. Hik, Allah tuh ... tahu aja theme song yang pas buat tiap penggal episode kehidupan saya. Beliau ini salah satu teman terbaik yang saya punya, makan bareng, jalan-jalan malam (ingat episode muter-muter di Blok M?), teman tertawa, merenung, berbagi tausiyah, menyegarkan iman dan memulihkan kesadaran, bahwa kita tak pernah punya kendali riil atas kehidupan yang kita jalani. seperti bermain ular tangga, yang dapat dilakukan hanyalah melempar dadu. apakah itu tangga yang membawa kita naik ke level keimanan, kedewasaan, kebijaksanaan berikutnya, ataukah ular yang juga sama-sama membawa ke level yang sama, semuanya ada dalam rencana-Nya (dan pasti itu yang terbaik, definetely!). Hanya impact-nya yang berbeda. Yang pertama bisa membuat kita ge-er karena merasa jadi pusat perhatian Tuhan, yang kedua bisa membuat kita patah hati dan bertanya dalam diam "Apakah Engkau bersamaku saat ini, Tuhan ?" (see Al Fajr)

Seberapa besar keputusan yang saya buat ini mempengaruhi kehidupan dunia dan akhirat saya nanti, saya tidak pernah tahu. Namun ketidaktahuan, adalah kunci dari kesadaran bahwa kita hanya manusia yang bergerak dalam rancangan besar Tuhan. Dan saya percaya, jika saya meminta-Nya untuk sebuah bimbingan dan penjagaan, Dia akan berikan. dan hanya itu yang dapat menguatkan saya. sesulit, seperih apapun situasinya.

----------------------------------
[ini isi email saya]

Assalamu'alaikum, tin...

Tadinya email yahoo yang udah kebuka ini mau aku kirim untuk temen yang laen. Tadinya mau disambi sama nulis comment di blog-mu. Tapi ternyata blog-mu kututup (setelah aku baca isinya), dan body email ini akhirnya ditulisin untuk attin.

Ternyata waktu itu berlari seperti penjahat. Tega. Aku nyaris nangis sesaat tadi, waktu baca postingan di blogger-mu. Rupanya kita nggak hanya ngelewatin setahun dua tahun saling kenal ya, Tin. Rupanya udah bertahun-tahun sejak masih culun-culun dulu. Sejak aku ketemu Attin waktu masa PPMB, waktu kita dikumpulin mbak Ayoe dan mbak Rina di Masjid UI. Waktu aku cuma kenal Attin kalo lagi bareng ama Inggit (duh! How I miss her so much!). Waktu awal-awal ketika aku kurang ngerasa deket, tapi akhirnya penasaran, dan melakukan segala cara untuk deket dengan Attin. N it worked! Aku ngerasa berhasil deket dengan Attin, dan rupanya kita banyak kesamaan. Sama-sama 'gila'? Of course!!!! Hahahaha...

Dan hari ini aku baru 'ngeh', bahwa Attin akan PERGI JAUH dan LAMA. Tiba-tiba aku inget lagi, kira-kira bulan Agustus tahun 2004, hampir tiap pagi aku selalu buka YM, dan nyapa Attin dengan "hogwarts?" dan Attin bakal bales dengan "hidung babi!" (waaaahahahahahahahah.....salah ya? )-moncong babi, actually hun- Yang jelas, saat-saat aku banyak kena masalah di kantor, saat aku butuh temen ngobrol untuk 'memutuskan' sesuatu yang penting itu, Attin selalu ada. Dan aku paling sebel kalo yang ngejawab YM adalah partnernya Attin yang baik hati itu, "maaf, ini bukan attin..." aaarggghhh! hehehehe...

Dan barusan aja, aku baru nyadar, bahwa Attin udah memutuskan sesuatu yang besar untuk hidupnya ke depan, seperti juga aku akhir tahun lalu. Ketika Attin sebentar lagi bakal pergi jauh, saat yang bersamaan, aku memutuskan untuk keluar dari tempat kerjaku. Tin, ironis banget ya? Hehehe...tapi aku yakin, kita berdua melakukan yang terbaik.

Aku punya banyak temen yang aku sayangi. Setiap dari mereka nggak bisa aku kasih peringkat, karena aku yakin aku punya banyak cinta untuk semua. Cintaku nggak akan habis dibagi-bagi. Aku mencintai setiap jenak yang dilewati bersama Attin.

Dear Attin,
Semoga Allah senantiasa meridhoi setiap langkah Attin. Seorang Attin punya banyak arti buatku. Dan semoga Allah menerima dan mengabulkan setiap doaku untuk keselamatan, keistiqomahan, kebaikan, dan kesuksesan Attin. Amiiin...

ps. sering-sering kirim kabar ya!!!!! next week, kita musti ketemuan!

DH Devita
http://www.ayyasykecil.blogspot.com

[tadinya isi email saya itu ingin langsung saya copy-paste ke dalam blog ini, tapi saya memutuskan untuk menunggu sampai ia memuat email saya di blog-nya, entah kenapa saya begitu yakin. dan ternyata memang benar.]

Mari Benahi Diri


...tetapi kita tidak bisa mengharapkan
segala sesuatunya berjalan sama
terus-menerus.
Perubahan dalam hidup adalah sebuah keniscayaan...


Setiap orang perlu waktu untuk berbenah diri. Dan tidak semua bisa melakukannya dalam tempo yang singkat. Sebab seringkali proses pembenahan diri tersebut dilakukan tidak dengan cara-cara yang sederhana.

Ada yang melakukannya dengan ber-muhasabah menjelang tidur setiap malam, dengan menghitung-hitung, apakah hari ini lebih banyak kebaikan yang diperbuat, ataukah lagi-lagi menumpuk kemaksiatan. Ada yang melakukannya dengan berbincang panjang lebar dengan keluarga atau teman-teman dekat, mengenai satu dua hal yang dianggap perlu diperbaiki oleh diri. Ada yang harus mengosongkan waktu untuk merenung panjang, memberi jeda untuk pikiran dan hati agar berkoordinasi.

Saya sering mendengar tentang bagaimana seseorang yang melampiaskan kejenuhan atau ketidaknyamanan yang sedang dirasakan kepada sesuatu hal yang menjadi hobi. Memilih rehat sambil mengerjakan sesuatu yang digemari memang menyenangkan. Bagi seseorang yang ‘gila buku’, mengisi waktu rehat dengan membaca buku sambil bersantai di rumah, bisa menjadi ‘surga’ pada saat jenuh. Sangat baik bila ‘pelampiasan’ itu berupa kegiatan positif yang bahkan bisa menambah poin lebih bagi diri. Tetapi ternyata tak sedikit yang melakukan sebaliknya. Menghabiskan waktu untuk memanjakan diri berhura-hura, untuk hal yang sia-sia sampai yang haram sekalipun.

Seringkali saya mendapati diri saya merasa kehabisan energi untuk melakukan sesuatu. Rasanya, pada saat itu, semua hal yang sedang dikerjakan seperti tak berkesan sama sekali. Datar. Bahkan semangat yang biasanya mendasari setiap aktivitas, hilang tak berbekas. Saya menjadi demikian bosan akan rutinitas yang biasanya masih terasa menyenangkan. Jenuh. Titik kelam itu sepertinya menelan habis setiap energi positif yang masih menyangkut di tiang-tiang hati.

Biasanya, pada saat-saat seperti itu, saya akan melepaskan semua aktivitas untuk mengambil waktu barang sejenak di depan komputer. Baik itu di kantor maupun di rumah. Mengeluarkan isi hati sambil menyelami apa makna di baliknya, adalah salah satu cara untuk membuat dada ini terasa lapang kembali. Biasanya, pipi saya akan serasa ditampar keras-keras. Sebab isi artikel yang saya tulis adalah teguran keras untuk diri saya sendiri. Membangun kembali semangat melalui artikel yang ditulis sendiri.

Ketika saya masih duduk di bangku SMU dan pun ketika kuliah, saya tak pernah berkeberatan untuk menempuh jarak yang cukup jauh antara rumah dan sekolah. Saya bersekolah di daerah Jakarta Pusat, dan kemudian kuliah di universitas negeri di Depok. Rumah saya terletak di pinggiran Jakarta, sudah masuk wilayah Bekasi. Jauh. Dan setiap kali pulang-pergi selalu menyisakan kelelahan. Tapi saya menyukai perjalanan panjang itu. Kalau tak dilewati dengan melahap buku bacaan, pastilah saya memandang keluar jendela sambil menyatukan hati dan isi kepala. Memikirkan segala peristiwa yang membuat saya senang, sedih, khawatir, dan setiap emosi yang saya rasakan dari peristiwa-peristiwa itu. Perjalanan panjang itu merupakan waktu rehat yang sungguh berguna bagi saya.

Ketika kini saya sudah melewati tahap sekolah dan kuliah, saya merasakan betul betapa berharganya momen-momen itu. Kehilangan. Dan saya mencoba menemukan kembali momen itu dalam sisa tenaga dan waktu sehabis pulang kerja. Masihkah bisa? Sangat sulit. Kini, saya benar-benar merasa rindu akan saat istimewa tersebut. Dimana saya bisa berdialog dengan diri saya sendiri, dan seringkali juga melantunkan doa dalam hati bila saya menemui sesak akibat tumpukan masalah yang belum terselesaikan. Ternyata, proses pembenahan diri saya seringkali berawal dari perenungan sepanjang perjalanan pulang-pergi itu.

Tetapi kita tidak bisa mengharapkan segala sesuatunya berjalan sama terus-menerus. Perubahan dalam hidup adalah sebuah keniscayaan. Bisa jadi hal-hal yang berubah, yang akan menimbulkan kesenangan maupun kesulitan, adalah ujian yang diturunkan untuk menjadi penguat diri kita. Saat-saat jenuh itu, dan bila kita bisa melewatinya dengan baik, adalah seumpama batu-batu kecil yang menghiasi jalan kehidupan kita. Bila langkah ini berjalan hati-hati dan tak tersandung olehnya, maka itulah keberhasilan atas penjagaan niat ikhlas. Pun ketika kesulitan dan sekian permasalahan menghadang kelancaran aktivitas keseharian, maka kesabaran dan keteguhan niat untuk tetap melangkah, adalah hal sulit yang harus diteguhkan. Berhasil atau tidaknya, itu semua kita sendiri yang menentukan.

Demikian juga dengan proses dan cara berbenah diri. Saya tak lagi bisa mengandalkan perjalanan jauh pulang-pergi ke tempat aktivitas sebagai satu-satunya sarana untuk ber-muhasabah. Toh, masih ada malam-malam panjang yang sangat sayang untuk dilewatkan hanya dengan tertidur lelap, bagaimanapun letihnya tubuh ini. Juga masih bisa lisan ini melantunkan zikir sepanjang gerak tubuh melakukan kegiatan sehari-hari. Atau kedua tangan yang tetap bisa terus menuliskan buah dari perenungan atas segala kejadian. Masih banyak kesempatan yang mungkin selama ini belum dimanfaatkan untuk membenahi diri. Kalau dilakukan dengan sungguh-sungguh, setiap detik hari-hari yang kita lewati tak mungkin lewat sia-sia.

Ya. Sebelum terlambat, sebelum kesempatan itu pergi, mari benahi diri.




Puisi untuk Cintaku...

Cinta itu perlahan tumbuhnya,
Ia merayapi dari sudut hati,
Bersama detik memenuhi tiap celahnya,
Dan ia,
Datang bersama rasa, yang tak tergambarkan,
Sama.

Cinta,
Dan juga rasa,

Satu paket untukmu yang aku punya.