Halaman

Saturday, April 22, 2006

Cantik, Tinggi, Putih ... bla ... bla ...

Apa maksudnya judul di atas?
Yah, anggap aja itu bagian dari stereotipe tipe perempuan ideal dambaan hati para pria. Ups ... tentu aja nggak semua pria mendambakan tipe perempuan seperti itu ya? Mungkin ada juga yang menyukai tampilan fisik yang berbeda dari yang tiga di atas. Kan memang setiap orang memiliki 'selera' yang berbeda dalam hal 'menikmati pandangan'.

Saya nggak membicarakan tentang profil model gadis sampul atau semacamnya. Tapi saya membicarakan soal kriteria calon istri. Nah loh?

Ceritanya ada seseorang yang menyodorkan kriteria tertentu yang diharapkan dari seorang calon istri. Kriterianya: cantik, tinggi, putih, latar belakang pendidikan sama (kalau bisa kuliah di kedokteran), kesehatan sempurna, dll. Hal ini bukan rekaan, alias benar-benar terjadi. Nah, tentu aja agak susah mencari seseorang yang memenuhi semua kriteria itu. Kalaupun ada, bukankah nggak ada seseorang yang sempurna? Dan pasti tetap saja ada satu-dua hal yang tidak 'lolos kriteria'. Mungkin giginya kurang putih? Senyumnya kurang manis? Tingginya kurang dua centi lagi?

Agak pusing juga kalau harus mencarikan permintaan yang seperti itu. Saya sendiri sih biasanya langsung 'ogah' dan akan menyuruh si pria mencari saja sendiri. Saya nggak punya pengalaman kerja sebagai agensi model atau juri kontes kecantikan dan ratu sejagad. Kalau mencari seseorang yang solehah, beraktivitas di organisasi kemasyarakatan, sudah siap menikah, dan berakhlak baik, sepertinya saya masih sanggup. Tapi mencarikan seperti yang di atas, duh, kalaupun ada, kayaknya saya khawatir ada satu-dua kriteria lagi yang tidak memuaskannya. Bukankah sudah sifat manusia selalu tidak merasa puas dengan apa yang ia dapatkan? Wallahu a'lam.

Saya seringkali bertanya-tanya sendiri: kenapa sih seseorang yang hebat seperti mbak anu tidak kunjung mendapatkan jodoh? Maksud saya hebat di sini adalah: ia punya dedikasi tinggi terhadap kegiatan keislaman, pemahaman agama baik, prestasi kerja tidak diragukan, kepribadian yang menyenangkan, dan sebagainya. Dan saya punya beberapa 'unggulan' yang memiliki semua itu. Yah, pertanyaan saya tersebut tentu sudah ada jawabannya: hanya Allah yang tahu. Saya hanya sedikit merasa terganggu dan sedih aja, ketika seorang pria melihat perempuan yang ingin dia nikahi sebatas dari penampilan fisik saja, atau penampilan yang pertama, yang lain-lain dipikirkan kemudian. Dan itu dengan alasan: fitrah seorang laki-laki. Benarkah?

Sayangnya sepertinya benar, ya? Saya begitu ingin tahu dan akhirnya bertanya kepada beberapa orang tentang hal ini. Katanya itu hal yang wajar. Mau tidak mau, saya menerima, masih dengan setengah hati. Memangnya tahan memiliki pasangan hidup yang cantik tapi bodoh? Ups ... hehe ... sepertinya saya mulai sinis. Astaghfirullahal'azhiim....

Tapi saya tidak sesedih itu sekarang. Allah menunjukkan pada saya bahwa ada juga pria-pria yang mengutamakan kriteria pertama dari yang Rasulullah SAW sebutkan tentang mencari istri: dari agamanya. Contohnya adalah yang sedang dialami oleh seorang teman terbaik saya. Saya benar-benar mengharapkannya mendapat yang terbaik. Kalaupun ia tidak terlahir sebagai seorang perempuan yang berkriteria: cantik, tinggi, putih, berat badan proporsional, maka Allah akan memberikannya seorang suami yang tidak memandang semua itu. Oh, dan sebaliknya ya. Ada juga kok perempuan yang menginginkan 'good looking' sebagai salah satu kriteria dari pasangan hidupnya. Tidak ada bias gender di sini.

Setiap orang memang memiliki kebutuhan masing-masing, yang pasti saling berbeda. Saya menyadari hal itu. Maka, saya tidak lagi bisa menyamakan apa yang ada di pikiran saya terhadap setiap orang. Yah, biar saja Allah yang menilai niat dan amal kita masing-masing di dunia.

Teringat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Hadits tersebut membicarakan tentang 'niat seseorang dalam beramal'. Yah, hadits yang sangat populer. Begini bunyinya penggalannya:

"... barangsiapa yang niat hijrahnya untuk dunia atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu untuk apa yang diniatkannya."

Begitulah. Bila mencari pasangan hidup hanya untuk memenuhi kebutuhan pemuasan pandangan mata saja, maka itu yang akan kita dapat. Tapi bukankah kita menikah untuk memenuhi sunnah Rasul-Nya dan untuk memenuhi setengah dien-Nya dan untuk keselamatan dunia dan akhirat?

Subhanallah ... saya musti banyak belajar untuk merenungi lagi niat-niat yang bersemayam dalam hati saya.

Ah, saya begitu tidak bisa menahan diri sampai-sampai menuliskan uneg-uneg ini ya? Semoga bisa direnungi bersama ...

Saturday, April 15, 2006

My Dear Pren Eci

Image hosting by Photobucket



Ini foto vita bareng eci, temen di Era, yang sekarang beliau udah berpindah gawe di kuningan. Temen yang satu ini kadang suka nyebelin, karena kalo udah ngomong pasti bikin orang ketawa sampe kegelian. Ngangenin, sekaligus bikin gemes. Pertama kali kenal dia, kayaknya udah punya feeling bakal suka ama nih anak. Ups ... maksudnye ape tu? Ya...sebut aja chemistry di antara kita berdua oke banget. Hihihi ... jangan ge-er lu, ci! Tapi beneran aja deh...apalagi waktu itu, sore-sore pulang kerja, kita berdua 'dugem' di sebuah resto di jalan Wolter Monginsidi, si eci ini menyatakan rasa cintanya padaku. Huhuhuhu!!!! Apa nggak girang tuh dengernya. Dan dia sampe belagak mau muntah gitu ngomongnya. Alaaahh...kalo cinta mah bilang aja cinta! Kagak usah malu-malu begitu, ci...gue juga kok. Hehe...



Duh ... pisah sama eci? Nggak kebayang deh!!! Kalo itu sampe terjadi, hiks, kita musti sering-sering dugem mulai sekarang, ci!!!




Ujian Sekaligus Kenikmatan

Belakangan ini saya sering memikirkan sesuatu dan setiap kali sesuatu itu terlintas dalam pikiran saya, saya langsung bersyukur dan beristighfar karena seringkali lalai untuk mensyukuri apa yang telah Allah berikan kepada saya.

Sesuatu itu ada dalam kehidupan saya. Ketika saya akan menikah pada tahun 2004 lalu, sebelum saat itu tiba, ada beberapa cobaan cukup berat yang saya alami. Cobaan berat itu menimpa keluarga saya, tepat sekitar satu bulan sebelum saya mengenal suami saya (pada saat itu tentu saja "calon suami"). Pada waktu itu, saya berpikir mungkin untuk menikah, saya harus menunda saja dulu. Keadaan sepertinya belum memungkinkan. Tapi skenario Allah berjalan terus, dan saya memasuki tahap-tahap proses mencari pendamping hidup.

Saya tidak pernah sembarangan menerima seseorang yang berniat akan menikahi saya. Bila saya sudah siap, dan cara yang baik untuk memulai proses tersebut selalu saya perhatikan. Saya ingin segalanya sempurna, dari sudut pandang syariat agama tentu saja. Dan ketika akhirnya saya memberanikan untuk memulai sebuah proses, saya dihadapkan dengan orang-orang yang menguji keimanan saya. Malas juga sih menceritakannya, dan rasanya tidak perlu. Ya, sudahlah ... mungkin Allah memang ingin menguji kesiapan saya untuk menikah. Toh saya tidak dirugikan apapun, jadikan saja semua itu pengalaman saya. Walau rasa kesal tetap ada. Hehehe ... namanya juga manusia. Dengan lapang hati saya mengundurkan diri dari proses-proses tersebut, sebab sepertinya mereka butuh seseorang yang lebih cantik, lebih tinggi, lebih putih, lebih segalanya daripada saya. Ups ... keluar juga deh keselnya! (iseng mode on) Awalnya saya agak sulit menerima prinsip 'kriteria pasangan hidup' yang seperti itu. Memangnya mau cari model iklan? (hayo, vit, sabar ...) Tapi ternyata saya harus berpuas diri dengan penjelasan yang lebih masuk akal (daripada masuk emosi) dari suami saya. Tapi itu nanti saja ceritanya.

Ramadhan menjelang, dan saya berkonsentrasi untuk menjalankan Ramadhan pertama full di kantor. Mendekati sepuluh hari terakhir, Allah memberikan saya ujian lagi. Saya menjalani sebuah proses lagi, yang kali itu saya lakukan dengan setengah antusias setengah lagi tetap bersemangat. Prinsip saya, kita tidak akan pernah tahu apa yang sedang Allah persiapkan untuk hidup kita, jadi jalani saja dengan tenang. Dan ternyata, proses itu berjalan lancar (di luar dari dugaan saya sebelumnya), bahkan agak terlalu lancar, saya sampai heran sendiri dan tahu-tahu laki-laki itu sudah datang di rumah saya untuk meng-khitbah saya di hadapan ayah dan ibu. Wah, tampaknya serius nih ... Saya menjalani itu di kala hari-hari terakhir Ramadhan berlangsung. Dan Allah memberikan kado Ramadhan yang terindah kepada saya.

Tahun pertama pernikahan sudah saya lewati. Tentu saja muncul cobaan-cobaan yang lain lagi dalam kehidupan saya. Memulai segalanya dari bawah. Tapi saya menguatkan diri, sebab saya kan tidak sendirian sekarang. Dan saya tahu, kalau ingin bahagia, kita harus berusaha. Kadang saya memang melihat sedikit kesedihan dari raut wajah orang tua maupun keluarga saya yang lain. Mereka mungkin tidak menyangka saya akan melewati hari-hari saya seperti itu, karena biasanya kan saya tenang-tenang di rumah. Saya sendiri tidak pernah menganggap hal itu sesuatu yang mengganggu. Mereka saja yang tidak terbiasa. Pindah dari satu kontrakan, lalu ke kontrakan yang kedua, dan akhirnya menempati rumah sendiri di bilangan Bintaro. Subhanallah ... betapa Allah memudahkan kami berdua. Rasanya rezeki dan nikmat itu mengalir terus-menerus.

Tahun ini, Allah memberikan kami sebuah cobaan lagi. Tahu kan, beradaptasi di tempat yang baru adalah sebuah tantangan yang berat. Tapi kalau menguatkan tekad dan yakin, pasti selalu bisa dilewati. Santai aja, sepertinya saya menjadi lebih plegmatis lama-kelamaan.

Tahun ini, akan ada lagi yang kami berdua akan lewati. Dan ini menjadi 'hadiah' setahun pernikahan kami sepertinya. Mendapatkan kenikmatan yang besar, sekaligus cobaan yang juga besar, mungkin. Suami saya berkali-kali bertanya, "Siap nggak?" dan saya berkali-kali menjawab, "Kalau nggak siap, aku pasti udah bilang 'nggak' sejak awal." Dan memang begitu. Saya siap untuk melakukan apa saja yang terbaik dan untuk kemajuannya. Tentu saja. Saya kan mencintainya. (gombal mode on)

Begitulah. Hidup terus berjalan dengan skenario yang telah dituliskan Allah pada setiap garis hidup manusia. Mau tenang? Jalani saja dengan lapang hati dan terus berusaha meraih yang terbaik. Allah tidak akan memberikan sesuatu cobaan yang di luar kesanggupan kita. Bismillah ...


Makin penasarankah? Hehehe ...

Sunday, April 09, 2006

Siap-siap ...

Biasanya ketika seseorang akan melalui sebuah perubahan, maka akan ada berbagai macam godaan yang menghalangi. Padahal mungkin perubahan tersebut akan membawa kebaikan, kemajuan, dan merupakan kesempatan untuk meraih penghidupan yang lebih baik. Dulu, saya mungkin akan berpikir berkali-kali sebelum memutuskan untuk berubah. Saya termasuk seseorang yang sangat cinta kemapanan, dalam bentuk apapun. Cari aman aja deh. Tapi sekarang, rasanya saya begitu bersemangat untuk segera berubah. Hehehe... berubah apanya ya? Rasanya sih sebentar lagi akan ada perubahan dalam kehidupan saya. Saya sama sekali tidak keberatan menjalaninya. Toh ini kan demi cinta.

Hehehehe ... sok romantis? Emang!
Penasaran? Tunggu aja!