perhatian: harap jangan pada sirik! hehehehe...
alhamdulillah, cintaku akan pulang esok malam...can't wait to see you, hunn...!
Penulis buku Bercermin pada Hatimu, Desau Angin Maastricht, Sebab Cinta Tak Kenal Waktu, dan beberapa buku antologi lain bersama penulis Forum Lingkar Pena.
Star Trek The Next Generation - THE CREW
Sabtu kemarin benar-benar waktunya NOSTALGIA. Saya mengunjungi seorang teman lama, teman saya sewaktu SD, namanya Gita. Kami berdua, entah kenapa, punya satu kesamaan yang sampai sekarang masih saja menjadi bahan omongan seru ketika bertemu: Star Trek The Next Generation.
Teman saya ini, punya kebiasaan yang cukup menyenangkan bagi saya. Sejak lulus SD, kami tidak lagi satu sekolah. Tapi kami hampir tidak pernah berhenti saling 'mengunjungi' dalam surat, email, dan sesekali telepon atau sms. Yang selalu membuat saya senang adalah, setiap kali ia membalas atau menulis surat kepada saya, tak pernah kurang dari satu halaman penuh, bahkan seringkali berlembar-lembar. Demikian juga ketika ia menulis email. Satu hal yang menggembirakan, sebab saya tidak pernah bisa melepaskan rasa kangen pada teman-teman lama. Mereka menempati satu ruang khusus dalam hati saya, yang pintunya tak pernah terkunci.
Star Trek The Next Generation-THE SHIP
Beberapa bulan lalu, kami berdua hadir pada reuni SD. Kurang lebih lima belas orang bertemu kembali, dan sudah pasti heboh. Semenjak itu, kami berdua jarang berkirim kabar, sampai sekitar dua pekan lalu saya menerima sebuah email panjang darinya. Sekali lagi, membahas topik kegemaran kami: Star Trek The Next Generation. Selepas itu, timbul ide menarik untuk mengadakan pertemuan istimewa. Saya berjanji untuk mengunjungi rumahnya, dan kami berdua akan menghabiskan waktu dengan bernostalgia, khusus untuk favorit kami berdua itu. Beberapa hari setelahnya, kami berdua jadi rajin berkirim email serta sempat chatting pula. Saya mendapatinya tak sabar menunggu waktu pertemuan kami, dan rupanya demikian juga saya. Kalau email bisa bersuara, maka mungkin akan terdengar cekakak-cekikik, sibuk membahas kekonyolan yang pernah kami lakukan semasa SD dulu.
Sabtu siang, saya sudah duduk rapi di ruang tamu teman saya itu. Kami berdua bercengkrama sambil menghabiskan cemilan yang seperti tak habis-habis di atas meja tamu. Beberapa buah VCD diputar, dan obrolan kami makin asyik. Seputar film kesayangan kami itu, dan seluruh tingkah polah para pemainnya. Lembar demi lembar memori waktu SD pun terbayang kembali.
Waktu itu kami duduk di kelas 5 SD. Saya dan Gita bisa dibilang cukup dekat, dan bila berkaitan dengan hobi yang satu ini, kami bisa jadi sangat dekat. Suatu hari, Gita menceritakan perihal film yang baru saja ia tonton dan rupanya telah memikat hatinya sedemikian rupa. Saya, yang selalu antusias untuk urusan mengobrol, mendengarkan dengan sangat tertarik. Saya sendiri cukup menggemari hal-hal yang berbau 'luar angkasa' dan planet-planet. Jadilah kami berdua 'keranjingan' film tersebut, dan mulai mengajak beberapa teman yang dekat untuk ikut 'berperan' menjadi masing-masing tokoh dalam film tersebut. Bahkan kami berdua, yang memang hobi menulis apa saja, mulai membuat kesepakatan bahwa kami akan menciptakan cerita sendiri, berdasarkan tokoh-tokoh kesayangan kami itu. Jadilah satu buku penuh dengan tulisan berantakan kami berdua. Dan ternyata itu tak berhenti sampai bangku SD saja.
Sabtu kemarin, saya pulang dengan membawa satu buah buku yang sudah dekil dan 'tak layak simpan' dengan kertas-kertas yang sudah hampir menguning. Buku kumpulan cerpen kami. Isinya adalah beberapa cerpen hasil 'khayalan' kami berdua, hampir seperti 'sambungan dari episode film Star Trek The Next Generation versi Vita dan Gita'. Saya sungguh tidak bisa menahan tawa geli, dan akhirnya kami berdua kembali 'cekikikan' di ruang tamu rumah Gita. Yang paling lucu adalah, salah seorang teman kami pernah kami juluki 'si Worf' (salah satu tokoh film tersebut) sebagai bahan ledekan. Worf adalah salah seorang bangsa Klingon dengan ciri fisik memiliki tubuh besar serta jidat berkerut-kerut aneh. Tetapi akhirnya, teman kami itu malah menggilai Star Trek, kelima-lima versinya!
Hari itu saya pulang dengan perasaan ringan dan riang gembira. Sepertinya separuh beban yang menggelayut di pikiran ini lepas sudah. Rupanya sedikit bernostalgia dengan teman lama, membicarakan hal yang sama-sama digemari, adalah pelepas lelah yang sangat manjur.
"Miss Chatting"
(karya DH Devita)
dalam buku
"I Love U SoMad"
Antologi Milad LPPH 2005
Penerbit: Lingkar Pena Publishing House
…bagaimanapun keadaan diri kita, kelebihan yang ada harus disyukuri…
Suami salah seorang teman baik saya pernah berkomentar,"Kok si Vita bisa ya tinggal di situ?"
Komentar itu ia lontarkan pada istrinya tepat setelah mereka berkunjung ke kontrakan saya.
Sedih,
Sebentar lagi nggak ada lagi ketawa-ketiwi di ruangan sempit di pojokan Rumah Ini.
Eci,
Padahal udah asik banget, dan kayaknya bakal kangen berat. Coz sama-sama akan ‘melanglang buana’ ke tujuan masing-masing. Good luck ya, Ci! Nggak bakalan lupa deh, sama setiap momen ‘gila’ yang pernah kita lewatin: ‘dugem’ bareng di restoran depan Santa Swalayan, kabur ke Food Court Pasaraya Blok M, bareng-bareng naek bus way, nonton tipi sambil ngemil siang-siang di kontrakanku, atau ‘nge-jogrok’ di karpet karena kursi di ruanganku cuman satu. Hehehe…! Semuanya berkesan banget. Nggak bakalan dilupain.
Mbak Lena,
Selalu kagum deh sama mbak ini. Cool, calm, dan smart abis. Tenang, tapi nyaris terlalu tenang, sampe-sampe nggak keliatan emosinya. Dewasa, pokoknya figur ‘kakak’ banget. Yang paling seru, adalah antusiasme-nya waktu diajakin ‘dugem’. Wah! Hobinya sama nih! Salah satu ‘kunci’ yang aku temuin supaya bisa ‘nyambung’ dengan mbak Lena adalah: “Ayat-ayat Cinta”-nya Habiburrahman El Shirazy. Dan juga minat yang sama di bidang penulisan. Mbak, I’ll miss you a lot too.
Mbak Fitra,
Lucu, polos, baik hati, sabar, kadang kayak anak-anak, dan sekarang perutnya udah ndut banget…hehehe…bentar lagi punya dedek ya, mbak?! Temen pulang bareng nih, sejak aku masiy di Jatibening, sampe udah di Mampang. Kesabaran dan sikap easy goingnya bener-bener patut dicontoh. Di balik sikap lugu dan cueknya itu, ada kedewasaan.
Mbak Travel,
Super heboh, super semangat, walau kadang-kadang ngantuknya nular juga. Cerewet abis, dan selalu bikin ngakak. Waduh, selamet deh, mbak…titip semua tugas-tugasku, yah. Haha…met pusing-pusing.
Iis,
Newcomer, dan awalnya kerasa agak susah deket. Mejanya jauh sih. Tapi ternyata, cerewet juga, sama kayak tantenya (dia ini keponakannya mbak Travel). Sedih, di saat-saat ngerasa udah mulai deket ke Iis, aku malah pergi. Haha…ketumpuan tugasku juga ya, Is? Yah…you can do it lah…!
Bu Luwi,
Murobbiyah-nya akhwat-akhwat di kantor. Seru, lucu, Betawi abis, dan business woman lah. Pasti ada aja dagangannya! Hehehe. Titip temen-temen ya, Bu. Kalo lagi ngaji pada tidur, siramin aja. Hehe.
Pria-pria di ruangan dalem,
Hmm…saying goodbye-nya gimana ya? Jordy dan Mr. Romley, makasiy ya, nice knowing you both. Asik, gila, suka iseng yang sering ngeselin, dan lain-lain. Keep fighting, dah! Jangan lupa terus kontak2an ya…apalagi kalo soal bisnis. Hahahaha.
Ada Adit, the newcomer juga, wah…tabah2 aje deh ye…mereka semua emang pada gitu. Hehe. Mudah-mudahan Adit bisa jadi penengah di dalem ya.
Pak Ihsan, Pak Ilyas, Pak Sarwat, Pak Udin,
Makasih, dan maaf kalo ada salah.
Hmm….we all deserve better. Panggung Pelangi ini seharusnya berisikan warna-warni keindahan. Tapi entah kenapa, silau warna itu pudar pelan-pelan, belakangan ini.
Aku selalu bilang, di hadapan kalian juga, bahwa kalian itu seperti 'magnet' buatku. Walau kadang mungkin pernah lah ada momen yang nggak enak, tapi truthly, kondisi pertemanan di sini bener-bener nggak ada gantinya. Specially, buat few people...ha...nggak usah disebutin satu-satu deh ya...nanti ada kecemburuan sosial lagi...hehehehe.
To Dear Husnul, Suhu Gaw, mas Yudhi, n Mr. Omar...haha....i'll follow y'all!
Setiap orang perlu waktu untuk berbenah diri. Dan tidak semua bisa melakukannya dalam tempo yang singkat. Sebab seringkali proses pembenahan diri tersebut dilakukan tidak dengan cara-cara yang sederhana.
Ada yang melakukannya dengan ber-muhasabah menjelang tidur setiap malam, dengan menghitung-hitung, apakah hari ini lebih banyak kebaikan yang diperbuat, ataukah lagi-lagi menumpuk kemaksiatan. Ada yang melakukannya dengan berbincang panjang lebar dengan keluarga atau teman-teman dekat, mengenai satu dua hal yang dianggap perlu diperbaiki oleh diri. Ada yang harus mengosongkan waktu untuk merenung panjang, memberi jeda untuk pikiran dan hati agar berkoordinasi.
Saya sering mendengar tentang bagaimana seseorang yang melampiaskan kejenuhan atau ketidaknyamanan yang sedang dirasakan kepada sesuatu hal yang menjadi hobi. Memilih rehat sambil mengerjakan sesuatu yang digemari memang menyenangkan. Bagi seseorang yang ‘gila buku’, mengisi waktu rehat dengan membaca buku sambil bersantai di rumah, bisa menjadi ‘surga’ pada saat jenuh. Sangat baik bila ‘pelampiasan’ itu berupa kegiatan positif yang bahkan bisa menambah poin lebih bagi diri. Tetapi ternyata tak sedikit yang melakukan sebaliknya. Menghabiskan waktu untuk memanjakan diri berhura-hura, untuk hal yang sia-sia sampai yang haram sekalipun.
Seringkali saya mendapati diri saya merasa kehabisan energi untuk melakukan sesuatu. Rasanya, pada saat itu, semua hal yang sedang dikerjakan seperti tak berkesan sama sekali. Datar. Bahkan semangat yang biasanya mendasari setiap aktivitas, hilang tak berbekas. Saya menjadi demikian bosan akan rutinitas yang biasanya masih terasa menyenangkan. Jenuh. Titik kelam itu sepertinya menelan habis setiap energi positif yang masih menyangkut di tiang-tiang hati.
Biasanya, pada saat-saat seperti itu, saya akan melepaskan semua aktivitas untuk mengambil waktu barang sejenak di depan komputer. Baik itu di kantor maupun di rumah. Mengeluarkan isi hati sambil menyelami apa makna di baliknya, adalah salah satu cara untuk membuat dada ini terasa lapang kembali. Biasanya, pipi saya akan serasa ditampar keras-keras. Sebab isi artikel yang saya tulis adalah teguran keras untuk diri saya sendiri. Membangun kembali semangat melalui artikel yang ditulis sendiri.
Ketika saya masih duduk di bangku SMU dan pun ketika kuliah, saya tak pernah berkeberatan untuk menempuh jarak yang cukup jauh antara rumah dan sekolah. Saya bersekolah di daerah Jakarta Pusat, dan kemudian kuliah di universitas negeri di Depok. Rumah saya terletak di pinggiran Jakarta, sudah masuk wilayah Bekasi. Jauh. Dan setiap kali pulang-pergi selalu menyisakan kelelahan. Tapi saya menyukai perjalanan panjang itu. Kalau tak dilewati dengan melahap buku bacaan, pastilah saya memandang keluar jendela sambil menyatukan hati dan isi kepala. Memikirkan segala peristiwa yang membuat saya senang, sedih, khawatir, dan setiap emosi yang saya rasakan dari peristiwa-peristiwa itu. Perjalanan panjang itu merupakan waktu rehat yang sungguh berguna bagi saya.
Ketika kini saya sudah melewati tahap sekolah dan kuliah, saya merasakan betul betapa berharganya momen-momen itu. Kehilangan. Dan saya mencoba menemukan kembali momen itu dalam sisa tenaga dan waktu sehabis pulang kerja. Masihkah bisa? Sangat sulit. Kini, saya benar-benar merasa rindu akan saat istimewa tersebut. Dimana saya bisa berdialog dengan diri saya sendiri, dan seringkali juga melantunkan doa dalam hati bila saya menemui sesak akibat tumpukan masalah yang belum terselesaikan. Ternyata, proses pembenahan diri saya seringkali berawal dari perenungan sepanjang perjalanan pulang-pergi itu.
Tetapi kita tidak bisa mengharapkan segala sesuatunya berjalan sama terus-menerus. Perubahan dalam hidup adalah sebuah keniscayaan. Bisa jadi hal-hal yang berubah, yang akan menimbulkan kesenangan maupun kesulitan, adalah ujian yang diturunkan untuk menjadi penguat diri kita. Saat-saat jenuh itu, dan bila kita bisa melewatinya dengan baik, adalah seumpama batu-batu kecil yang menghiasi jalan kehidupan kita. Bila langkah ini berjalan hati-hati dan tak tersandung olehnya, maka itulah keberhasilan atas penjagaan niat ikhlas. Pun ketika kesulitan dan sekian permasalahan menghadang kelancaran aktivitas keseharian, maka kesabaran dan keteguhan niat untuk tetap melangkah, adalah hal sulit yang harus diteguhkan. Berhasil atau tidaknya, itu semua kita sendiri yang menentukan.
Demikian juga dengan proses dan cara berbenah diri. Saya tak lagi bisa mengandalkan perjalanan jauh pulang-pergi ke tempat aktivitas sebagai satu-satunya sarana untuk ber-muhasabah. Toh, masih ada malam-malam panjang yang sangat sayang untuk dilewatkan hanya dengan tertidur lelap, bagaimanapun letihnya tubuh ini. Juga masih bisa lisan ini melantunkan zikir sepanjang gerak tubuh melakukan kegiatan sehari-hari. Atau kedua tangan yang tetap bisa terus menuliskan buah dari perenungan atas segala kejadian. Masih banyak kesempatan yang mungkin selama ini belum dimanfaatkan untuk membenahi diri. Kalau dilakukan dengan sungguh-sungguh, setiap detik hari-hari yang kita lewati tak mungkin lewat sia-sia.
Ya. Sebelum terlambat, sebelum kesempatan itu pergi, mari benahi diri.