Halaman

Monday, March 08, 2004

Tergiur

Ini bukan salah siapa-siapa. Memang sudah aturannya begitu. Yang kuat akan menang, dan yang lemah akan kalah. Ini bukan perkara uang, melainkan juga kecerdasan dalam membuat dan melaksanakan strategi perang. Sudah bukan rahasia lagi, yang cerdas maka dia lah yang akan juara.

Kadang-kadang, orang akan dengan mudah memaklumi sebuah perbuatan. Yang walaupun salah, namun sebuah kalimat yang terlontar entah mengapa akan langsung menjadi kata kunci untuk segera mengiyakan. Kalimat tersebut adalah “Kalau sudah kepepet, mau apalagi.” Atau “Ah, semua orang juga melakukan itu. Itu kan hal yang wajar.” Sepertinya tiap tindakan ada kata kunci untuk memakluminya. Lantas, bila semua tindakan dimaklumi, bagaimana cara kita memisahkan mana yang benar dan mana yang salah?

Tak jarang juga, orang akan tergiur dengan pemakluman tersebut. Apabila ia melihat bahwa, semua orang tak mempermasalahkan sebuah perbuatan yang dilakukan oleh si A. Mungkin karena cara atau perbuatan tersebut sudah si A lakukan selama berpuluh-puluh tahun, dan akhir-akhir ini banyak yang “menyadari” bahwa perbuatannya membawa ketenangan jauh daripada yang mereka rasakan sekarang. Lalu semua orang berpikir bahwa mereka lebih suka dengan apa yang dilakukan oleh si A sejak dulu. Tak lagi peduli, apakah sejak dulu si A sebenarnya sudah melakukan sederet kesalahan yang menimbulkan penderitaan bagi banyak orang. Tak lagi peduli, karena ternyata pemakluman itu jauh lebih dahsyat efeknya sekarang.

Masalahnya bukanlah apakah sebuah tindakan itu dimaklumi atau tidak dimaklumi. Kalau soal pemakluman, konformitas agaknya sudah menjadi tabiat manusia. Namun sebagai seorang muslim, saya tegaskan sekali lagi bahwa sebagai seorang muslim, indera mata dan mata hati kita harusnya terbuka lebar. Tak lagi melihat sesuatu sebagai hal yang dimaklumi orang atau tidak. Melainkan, sebuah tindakan itu benar atau salah. Ya, sesederhana itu.

Setiap manusia punya hati untuk menilai sebuah perbuatan itu benar atau salah. Hal itu lebih gampang dilakukan daripada harus bertanya ke orang-orang, apakah perbuatan tersebut dimaklumi atau tidak. Segampang itu, sebab itu tanyalah kepada hati kita sendiri. Yah, tetapi Allah memang menutup pintu hati bagi yang tidak mau membukanya. Maka jangan heran apabila banyak pula manusia yang tidak bisa menjawab, apakah perbuatan yang dilakukannya itu salah ataukah benar.

Ini bukan salah siapa-siapa. Semua orang punya cara sendiri-sendiri untuk meraih kemenangan. Tetapi, apakah kita harus meniru perbuatan yang jelas-jelas salah menurut apa yang diajarkan Islam, selagi kita bisa berbuat yang benar?

[Maret 2004, Pemilu]

No comments: