Halaman

Wednesday, October 21, 2009

Berdamai dengan Hati

Sebagai seorang manusia biasa, setiap kita pasti pernah mengalami berbagai peristiwa yang membekaskan perasaan-perasaan tertentu dalam hati masing-masing. Bahagia, sedih, kecewa, marah, kesal, gundah, bimbang, dan seterusnya. Kadang perasaan-perasaan itu hanya terbersit saja, tapi sering juga bekasnya tak terhapus selamanya. Tergantung dari peristiwa yang kita alami. Tergantung dari bagaimana kita memaknai perasaan tersebut.

Saya sedang berhadapan dengan seorang sahabat, yang kali ini (tak seperti biasanya) ia terlihat begitu rapuh. Saya berusaha melihat jauh ke dalam hatinya, berusaha mencari dan ingin sekali menemukan sebuah gundah yang sedang ia rasakan. Tapi tak berhasil. Saya tak menemukannya. Padahal biasanya penerawangan saya tak meleset, tapi kali itu ia begitu lihai menyembunyikannya. Bagi saya, saat itu ia tengah meracau tak tentu arah, menyembunyikan perasaannya, lalu menampakkannya sedikit, dan kembali memutar-mutar sederet cerita yang tak runut ia lontarkan.

Ia, sahabat saya itu, adalah seorang dari sekian banyak orang yang dideskripsikan sebagai: seorang yang rapuh di balik ketegaran sikapnya. Itu penilaian saya padanya, setelah beberapa tahun berhubungan. Dan kali itu, sesuatu yang membuatnya rapuh adalah sesuatu yang patut menjadi pelajaran bagi orang lain.

Mari berbicara tentang perasaan, walau akan membuatmu bosan nyaris tertidur membahasnya. Tapi kadang diri kita harus disadarkan, bahwa tak selamanya sebuah 'perasaan' bermakna remeh-temeh atau 'menye-menye'. Karena dari sesuatu yang 'menye-menye' inilah seseorang akan dapat menjadi kuat atau malah sebaliknya.

Perasaan yang bahagia dapat membawa seseorang bersemangat menjalani hari-harinya. Bahagia seperti mendatangkan kekuatan untuk terus beraktivitas, dan kemudian bersemangat untuk melakukan banyak hal lain yang dapat mendatangkan seribu kebahagiaan lagi. Tapi terkadang, kebahagiaan yang berlebihan dapat membuat seseorang lupa dan terlena. Ia hanya terbawa ke langit ketujuh dengan perasaannya, namun terlupa untuk tetap berpijak ke bumi, dan terlebih lagi: lupa untuk bersyukur.

Perasaan sedih dan marah biasanya akan mengaburkan akal sehat seseorang untuk sesaat. Terbakar emosi yang berlebihan akan menjadikannya lupa bahwa banyak lagi orang di sekitarnya yang juga merasakan sakit yang sama, atau bahkan melebihi yang ia rasakan. Bukan tak boleh bersedih, tetapi jangan lupa bahwa masih banyak sekali yang bisa dilakukan selain meratapi kesedihan secara berlebihan dan mengasihani diri sendiri.

Merasakan sebuah kebahagiaan, ataupun sebuah kesedihan, adalah hal yang pasti dialami oleh setiap manusia yang memang dikaruniai hati dan perasaan oleh Sang Pencipta. Tetapi kadang, ada pula yang tidak mau atau tidak berani untuk memiliki dan mengakui perasaan tersebut. Bahkan berusaha untuk menghindarkan diri dari merasakannya.

Bagi saya, perasaan sedih dan bahagia itu seperti sebuah peristiwa suka dan duka yang kita alami setiap hari. Bagaimanapun rasanya, satu hal yang selalu harus diupayakan terhadapnya: mensyukuri. Karena apapun itu, selalu ada pelajaran berharga yang Allah Swt karuniakan untuk setiap hamba-Nya. Berusaha untuk menyikapinya dengan positif, insyaallah akan membawa diri kita untuk melihat lebih dekat hikmah yang tersimpan di balik setiap peristiwa. Bukankah segala ciptaan-Nya tidak pernah ada yang sia-sia?

Tetapi, begitulah manusia dengan segala kelemahannya. Kita bisa menjadi begitu rapuh jika berhadapan dengan sesuatu yang tidak kita sukai, atau yang tidak kuasa kita hadapi. Dan dari hatilah semuanya bermula. Bila yang menjadi sandaran kita selama ini adalah Allah Swt, Sang Pemilik Hati, maka insyaallah Ia akan selalu bersama kita dalam setiap sedih, susah, dan senang. Tapi jika kita mulai lupa dengan-Nya, maka hati ini akan dipenuhi oleh yang lain: setan dan hawa nafsu kita sendiri.

Jadi, berdamailah dengan perasaanmu, syukurilah, dan hadapi dengan segenap kekuatan hati. Bukankah kita adalah orang-orang pemberani yang selalu bersemangat menjalani hidup ini? Sesungguhnya di balik setiap kesusahan ada kemudahan.

2 comments:

MasNovanJogja said...

Bunda Firna, rasa adalah anugerah Allah yang luar biasa. Dengan memiliki rasa, maka humanitas itu hadir di bumi.

Gembira, marah, damai, sedih, tenang, dan beragam rasa lainnya menjadi bagian dari kehidupan dan perjalanan manusia untuk menemukan keikhlasan yang semakin lebih baik.

Salam,

Acok Didik Byanget said...

berdamai dengan hati brarti kita hrs bisa berkomunikasi dg diri sendiri.
wow,sungguh merupakan sentuhan tangan yg bagus dg di lapisi sebuah ketulusan. mantab blognya. slm knal dr www.asligampang.com