Halaman

Thursday, November 04, 2004

Instrumentalia Hati

Tadi pagi di AC28, bisa duduk sampai kantor! Senangnya!

Dua orang pengamen yang sudah stand by, mulai beraksi setelah bus bergerak keluar dari pintu tol Jatibening. Bukan lagu pop, dangdut, atau ciptaan Ebiet G. Ade yang sering dinyanyikan, bukan. Bukan juga lagu khas para pengamen, dari Iwan Fals, bukan juga lagu-lagu "nggak jelas" yang biasa mampir lewat sekedar minta recehan. Pagi ini, saya mendengar musik instrumentalia dari dua orang pemuda yang mahir memainkan gitar dan biola. Wah, rasanya seperti diiringi Tohpati dan violis dari grup Arwana. Merdu.

Saya pun melirik ke kiri dan kanan, hanya satu orang yang tidak kebagian tempat duduk, berdiri. Yang lain, nyaman dengan posisinya masing-masing, dengan mata terpejam. Tidur. Baru kali ini saya merasakan nyamannya pergi ke kantor. Lantas kedua kaki ini pun diselonjorkan.

Seandainya yang saya dengar itu adalah alunan ayat-ayat Alquran, pasti akan kedengaran lebih merdu. Bukan saja merdu, melainkan begitu menyejukkan hati. Ah, saya penasaran. Akankah hati ini tergetar bila kali itu saya mendengar ayat suci-Nya? Seberapakah kenikmatan yang kedua telinga saya rasakan bila saat itu bukanlah lagu instrumentalia yang saya dengar, melainkan ayat-ayat-Nya? Ataukah saya lebih suka mendengar yang lainnya sebab hati ini kian kesat? Padahal Ramadhan ini sebentar lagi pergi.

Terkadang, sesuatu yang menjadi kesukaan manusia bukanlah merupakan hal terbaik yang ia butuhkan. Bahkan hal yang terbaik itu seringkali harus dicapai dengan susah payah dan penuh perjuangan. Tidak semudah meraih hal-hal yang telah menjadi kesenangan semata. Tidak semudah mendapatkan kegemaran-kegemaran yang bergelimang maksiat ataupun kesia-siaan. Memang benar, bahwa surga dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai manusia, sedangkan neraka berpagarkan syahwat.

Saya pun bertanya dalam hati, apakah saat itu saya membiarkan kedua telinga saya menjadi saksi bahwa saya lebih memilih untuk mencari kunci dan membuka pintu pagar neraka. Padahal detik itu, saya sedang berada pada bulan yang tiada waktu yang tersisa kecuali di dalamnya ada keberkahan dan ampunan-Nya.

Godaan itu hanya sebentar rupanya. Tak sampai setengah perjalanan, mereka pun berhenti.

Sepertinya nikmat dunia memang hanya diciptakan untuk sesaat. Sesaat dinikmati, kemudian hilang. Bila mereguknya berlebihan, tentu akan hilang rasa nikmatnya. Seperti orang yang terlalu banyak makan, perutnya penuh, bukan nikmat melainkan kekenyangan sampai kehabisan napas. Seperti orang yang berambisi mencari harta, setelah dapat, bukannya senang melainkan khawatir berlebihan akan hartanya tersebut. Menggenggam erat-erat apa yang dimiliki sekarang, akhirnya toh akan usai juga akhirnya. Dan kita semua akan kembali tanpa membawa apa-apa. Hanya sedikit, dan hanya sebentar. Sebab sisa kenikmatan itu akan Ia berikan nanti, di akhirat, bagi mereka yang mendapat ganjaran atas imannya.

Perjalanan masih setengah lagi jauhnya, suasana bus hening. Posisi duduk saya semakin nyaman. Kali itu, tidak dengan diiringi apa-apa. Tetapi saya berdzikir sendiri. Tak peduli kiri dan kanan mungkin akan memandang heran melihat mulut saya berkomat-kamit sendirian. Biar saja. Saya sedang melantunkan lagu saya sendiri. Instrumentalia hati.


Buat 9868sisterhood,...i'tikaf yuk!!!

No comments: