Halaman

Thursday, November 04, 2004

Sensitif, Melankolis, dan Romantis

Karena di tubuhku ada jiwa, maka ia bisa merasa. Sebab aku memiliki hati, maka ia tak pernah henti bercakap pada diri.

Seorang teman saya bilang, bahwa saya ini orang paling sensitif dari yang pernah ia temui. Mungkin itulah kesan mendalam yang ia rasakan pada diri saya. Sebab apa? Sebab saya selalu memikirkan segala sesuatunya secara berlebihan, katanya. Sebab saya selalu memasukkan segala peristiwa ke dalam perasaan, katanya. Saya pun mengakuinya. Sebab sensitif itu membawa saya ke dalam diri orang lain. Karena saya ingin menjadi bagian dari orang-orang yang saya sayangi, apapun yang mereka alami dan rasakan saat itu. Saya memang sensitif.

Persoalan sensitif ini kemudian menuju pada satu kalimat khas yang sering saya dengar. Wah, dasar cewek! Nggak heran deh ya kalau kamu sensitif begitu.

Tuduhan macam apa itu? Belum pernah saya menemui seorang manusia pun yang tidak memiliki perasaan. Sebab itulah yang membedakannya dari binatang. Perasaan. Merasakan. Memberikan rasa. Wajar saja toh? Begitu pikir saya. Tak peduli apakah itu perempuan atau laki-laki. Menurut saya, merasakan sesuatu kemudian menangis, atau tertawa, atau tersenyum, atau merasa kesal, atau apa saja, itu fitrah adanya bagi kita semua.

Suatu kali, entah sengaja entah tidak, saya menghasilkan beberapa tulisan ringan yang bertemakan sama. Tentang cinta. Saya tidak mengerti apa alasan di baliknya, sebab tangan ini terus saja mengetik hingga tulisan-tulisan itu selesai, sambil mengingat-ingat segala ide yang berloncatan nyaris hilang dari kepala ini. Saya menulis karena saya merasakan sesuatu yang menarik untuk ditulis. Itu saja. Dan dua kata yang menempel pada diri saya kemudian; melankolis dan romantis. Ada yang merasa geli mendengarnya. Bagi saya, itu pujian. Dan saya tersenyum saja.

Tersenyum, sebab rasanya melankolis itu membawa sesuatu. Romantis itu menghasilkan sesuatu. Beberapa teman rasanya terpancing, dan mereka pun bersemangat untuk menulis. Saya tidak mengatakan bahwa mereka terinspirasi oleh diri saya. Tapi saya akan sangat senang sekali bila memang demikian adanya. Sebab, itu artinya, sensitif, melankolis, dan romantis yang saya punya menyemangati semua.

Pagi itu, saya terharu membaca tulisan-tulisan dari mereka, teman-teman saya. Tersenyum-senyum sendiri, dan saya pun memberikan komentar untuk tulisan mereka. Ada yang bilang, bahwa ia menyelesaikan tulisannya pun sambil menangis. Yang lain, ikut terharu biru dan mengatakan bahwa ia menuliskannya dengan sepenuh hati.

Ah, saya tak tahu apa itu definisi sensitif, melankolis, dan romantis. Pentingkah? Bila saya bisa menghasilkan buah pikiran saya dan memberikan manfaatnya kepada orang lain.

Ah, baru saja perasaan saya tertumpahkan di tulisan ini. Saya tahu, disamping tiga label di atas, ada seorang lagi yang akan berkata pada saya seusai ia membaca judul tulisan ini,

“Dasar penulis!”

No comments: