Banyak pakar kerumahtanggaan, atau konsultan perkawinan, sampai sesepuh yang telah banyak makan asam garam menyatakan, bahwa inti dari semuanya adalah masalah komunikasi. Bagaimana sepasang suami istri dapat menyatakan sikap dan pendapatnya dengan cara yang baik, pada waktu yang tepat. Seringkali, antara keduanya tidak match, alias tidak nyambung. Memang sulit, ketika permasalahan muncul, mungkin salah satu dari keduanya sedang mengalami bad mood dan tak tepat tentu bila harus menambah lagi beban perasaan dan pikiran padanya. Tetapi rasanya masalah itu demikian mendesak, hingga tak sabar untuk segera diungkapkan. Mulailah pembicaraan itu dilakukan dengan sedikit bumbu emosi, hingga ‘lupa’ akan kata-kata santun dan cara yang baik itu tadi. Ujung-ujungnya, bila lawan bicara tidak mengupayakan kesabaran dan kelegaan hati, pesan yang ingin disampaikan malah berbalik menjadi adu mulut. Pesan tak sampai, pertengkaran dituai. Habis mau bagaimana, sudah kadung emosi, jadinya mencak-mencak saja. Begitu apologinya.
Sedikit banyak, cara berpikir atau sudut pandang seorang pria dalam memandang sebuah permasalahan, bisa berbeda dari seorang wanita. Hal-hal yang dianggap begitu berarti dan meninggalkan kesan bagi seorang wanita, seringkali tak dipandang sebelah mata pun oleh seorang pria. Artinya, bagi mereka, hal-hal kecil tersebut tidak dianggap sebagai hal utama yang harus menguras hati dan pikiran. Sebab masih banyak hal-hal lain yang menempati prioritas tersebut. Contohnya, bagi seorang suami, memikirkan bagaimana caranya untuk menghemat pengeluaran ketika akan membetulkan genting rumah yang rusak, akan menempati sisi ruang pikirannya ketimbang bagaimana perasaan seorang istri yang merasa kesal, letih, dan mengeluhkan perasaannya ketika harus mengepel sendirian saat air bocoran atap menggenang di tiap sudut rumah. Seringkali, seorang pria memaknai suatu permasalahan dengan logikanya; di mana letak kesalahan, bagaimana cara memperbaiki, masuk akal atau tidak, seberapa penting urusan itu, dan sebagainya. Sedangkan wanita, sering memaknainya dengan perasaan dan hati; betapa sakit atau sedihnya ketika mengalami suatu kesulitan, seberapa besar kesan yang berbekas dari sebuah kejadian, apa yang dirasakan ketika sebuah pekerjaan dilakukan, dan lain-lain. Tidak selalu memang, tetapi hal ini seringkali dialami. Akibatnya, ada hal-hal yang terasa ‘tidak nyambung’ ketika suatu permasalahan (baik kecil maupun besar) terkuak dan harus segera diselesaikan.
Hal tersebut memang tidak bisa digeneralisasi, walaupun banyak penelitian membuktikannya dengan berbagai studi kasus. Sebab, setiap manusia memang diciptakan Allah dengan berbagai kelebihan dan kekurangan. Mengapa perbedaan tersebut ada pada diri tiap pria dan wanita, adalah karena Allah menciptakan dua makhluk tersebut untuk saling melengkapi dan saling menentramkan. Kelebihan yang ada pada diri seorang pria, akan dapat menutupi dan melengkapi kekurangan yang ada pada diri seorang wanita, dan sebaliknya. Bila dikatakan seorang pria berasal dari Planet Mars, hingga mereka terkesan begitu ‘asing’ bagi seorang wanita, mungkin agak terlalu berlebihan adanya. Malah bisa jadi, ungkapan tersebut akan ‘mendorong’ otak dan hati kita untuk berpikir macam-macam dan mencari-cari sisi perbedaan dari lawan jenis atau pasangan kita. Yang akhirnya akan timbul, adalah perasaan nelangsa bahwa harus menghadapi perbedaan itu seumur hidup.
Mengapa tak utamakan saja berpikiran positif? Bahwa ketika ‘konflik kecil’ muncul akibat perbedaan cara berpikir itu, masing-masing bisa menjelaskan alasan dari pernyataan sikapnya. Menjelaskan manfaat dan
Segalanya memang keluar dari hati, dan dasarnya adalah keimanan. Ketaqwaan dan kedekatan diri pada Allah akan menjadikan diri ini lebih bersabar dan tenang dalam menghadapi segala sesuatu. Bukankan setan memang selalu ada untuk menggoda manusia? Ia tak akan henti-hentinya menghembus-hembuskan kebencian dan kedengkian, hanya untuk merusak hubungan yang telah terjalin indah, berdasarkan cinta karena-Nya. Dan kita tak boleh lupa, bahwa setan adalah musuh nyata bagi manusia.
Mulailah dengan mengintrospeksi diri masing-masing, melihat lebih dalam pada suatu hal yang ingin dibicarakan dengan pasangan. Pahami bahwa setiap diri kita memiliki sifat yang berbeda, dan perbedaan itu seharusnya dapat menjadi sebuah kebaikan sebab akan dapat saling melengkapi. Proses mengetahui dan memahami karakter dan sifat pasangan adalah proses pengenalan yang akan berlaku sepanjang masa. Membuka dengan lapang hati dan pikiran sehingga komunikasi berjalan lancar, akan berbuahkan rasa cinta yang besar dan rasa saling membutuhkan. Sehingga perkataan “menurutku penting, menurutnya bagaimana”, yang biasanya diungkapkan ketika sedang
Selalu tak mudah dalam memulai sebuah kebiasaan baru. Namun, memulai berusaha untuk mendengarkan baik-baik dan menyampaikan sesuatu dengan cara yang baik dan waktu yang tepat, akan menjadi awal bagi keterbukaan yang indah. Belajarlah untuk berempati, dan berpikirlah positif dahulu sebelum menilai sesuatu. Mengapa ia menganggap satu hal ini sebagai hal kecil dan sepele? Mungkin alasannya adalah demikian dan demikian. Jawaban itu ada bila dibicarakan.
Menurutku penting, menurutmu bagaimana? Mari kita bicarakan bersama.
No comments:
Post a Comment