Halaman

Thursday, April 07, 2005

Mengalahkan atau Dikalahkan

Mengatasi rasa jenuh mungkin adalah suatu hal yang tidak mudah bagi sebagian orang. Penyebabnya bisa bermacam-macam, salah satunya adalah rutinitas atau pekerjaan yang dirasakan monoton sebab selalu harus dikerjakan setiap hari dalam bentuk yang sama. Bagi sebagian orang, mungkin hal itu tidak menantang, dan kurang membangkitkan gairah kala mengerjakannya. Sehingga mereka memilih untuk mengerjakan sesuatu hal yang lain, yang dirasakan lebih menarik dan lebih menuntut kreativitas.

Padahal, mengalahkan rasa bosan atau jenuh adalah sebuah kreativitas tersendiri. Setidaknya, setiap orang yang berhasil menaklukkannya telah berhasil mengubah paradigma yang tertanam dalam pikirannya bahwa pekerjaan tersebut membosankan, berganti menjadi sebuah produktivitas baru dengan semangat yang baru pula. Tidak mudah? Tentu saja. Bahkan perlu keterampilan tersendiri, kesabaran, dan yang paling penting adalah: kemauan. Bila kemauan tidak dihadirkan, maka perubahan itu tak kan terjadi.

Mengalahkan rasa bosan mungkin seumpama memukul-ratakan sebuah bongkahan batu yang akan menghabiskan energi. Ia menjadi sebuah momok tersendiri bagi tiap diri. Bisa dihitung berapa orang yang sukses menghancurkan 'batu kebosanan' itu. Sebagian besar hanya akan menunggu sampai batu itu hancur dimakan jaman atau dilubangi oleh air yang menetes dari hujan. Cukup jarang mereka yang dapat menjadikan batu tersebut sebagai 'lawan' dan dikalahkan. Menjadikan rasa bosan sebagai 'kawan' hanya akan membuatnya mendekam lebih lama dalam diri kita.

Sebenarnya, menjalani rutinitas tidak akan menjelma menjadi sebongkah ‘batu kebosanan’ yang akan terus dirasakan menghimpit, apabila kita menjalaninya dengan kesabaran dan juga keikhlasan. Melapangkan hati dan mengusir ‘debu-debu penyakit’ di dalamnya akan membantu diri kita untuk bisa menerima setiap kondisi dengan hati tenang. Masalahnya sekarang, menjadikan hati tetap ikhlas setiap saat dan membuatnya lapang selalu, adalah hal yang tidak mudah. Pula bergantung dari ‘bahan bakar’ yang ada dalam tiap diri kita, yang akan memompa semangat serta bekerja keras mengusir tiap titik debu ketidakikhlasan. Bahan bakar itu bernama keimanan.

Manusia diciptakan dengan segala kelemahan serta kelebihannya. Sifat lalai, lupa, lengah, mungkin adalah sesuatu yang memang menjadi sifat dasar manusia. Sesuatu yang memang sudah ada sebagai sebuah kelemahan, yang harus diatasi supaya sifat-sifat itu tidak terus muncul dan akhirnya mengganggu.

Rasa bosan, yang sering menjadi momok dan penyebab seseorang berkeinginan untuk pindah pekerjaan, bisa disebabkan oleh berbagai macam hal. Di antaranya adalah suasana kerja yang monoton, teman kerja yang sering membuat kesal, gaji yang tak kunjung naik, tidak dipromosikan untuk naik jabatan, merasa kurang mendapat tantangan dalam pekerjaan, dan sebagainya. Demikianlah alasan yang kerap kali diutarakan, diputuskan menjadi penyebab, lalu membuat seseorang tersebut hengkang dari tempat kerjanya. Benarkah alasan-alasan tersebut merupakan hal yang telah terjadi dan merupakan akar masalah? Ataukah hanya sebuah legitimasi yang dicari-cari supaya dapat melarikan diri dari ketidakmampuan untuk menghadapinya? Mungkin hanya Allah dan diri kita sendiri saja yang tahu.

Seringkali kita menyalahkan lingkungan di sekitar atas rasa bosan atau kejenuhan yang, menurut kita, sedang melanda. Mengkambinghitamkan sesuatu di luar diri kita rupanya menjadi pekerjaan mudah yang akan selalu kita lakukan, apabila kita tidak mau untuk melakukan introspeksi diri atau ber-muhasabah. Karena, bisa jadi kondisi stagnan atau rasa jenuh itu datang oleh sebab diri kita yang sering berpikiran negatif terhadap apa yang sedang dilakukan, atau terhadap seseorang yang sedang dihadapi. Sehingga semuanya terasa begitu tidak menyenangkan. Bisa jadi pikiran-pikiran itu muncul dikarenakan diri kita yang tak mampu berinovasi dan berpikir kreatif untuk mengembangkan kemampuan serta tugas-tugas kantor yang sedang dikerjakan. Bisa jadi ketidaknyamanan itu adalah akibat dari diri kita yang selalu merasa kurang sehingga timbul emosi dan gejolak untuk mendramatisasi keadaan. Lalu muncullah sebuah pikiran yang akhirnya dinyatakan sendiri maupun kepada orang lain, “Aku bosan! I’m outta here!”

Benarkah demikian? Diri kita sendirilah yang dapat menjawabnya.

Mungkin saja, bila kita mau meluangkan waktu untuk rehat sejenak di kala aktivitas di kantor sedang dalam stadium tinggi, rehat itu akan membawa kesegaran dan semangat baru. Sehingga pikiran menjadi lebih terbuka terhadap masukan-masukan positif yang membangun dan menyelesaikan permasalahan. Bentuk rehat itu bisa bermacam-macam. Tidak perlu cuti berhari-hari bahkan berhura-hura dengan segala bentuknya, sebab bisa jadi akan menjadi celah kemalasan untuk timbul dan melenakan gerak kita yang sudah cukup lamban. Rehat itu bisa dihadirkan dalam bentuk membuat games atau permainan menarik sepanjang waktu istirahat kantor. Atau mengadakan pelatihan singkat, semacam workshop atau seminar sehari, dengan tujuan untuk membangkitkan motivasi. Atau merencanakan perubahan dalam pola pengerjaan tugas-tugas kantor yang dirasakan monoton tersebut.

Hal-hal di atas tentu saja akan dapat bermanfaat bila diri kita atau siapapun yang merasa bosan memiliki “kemauan” yang kuat untuk mengatasi dan mengalahkan rasa bosan itu. Bila tidak, maka seribu macam permainan dan inovasi apapun akan tetap dirasakan sebagai sebuah kesia-siaan.

Semuanya memang tergantung pada diri kita masing-masing. Hambatan yang menjadi penghalang kesuksesan itu akan selalu ada. Soal apakah ia akan menjadikan kita berpaling dan kemudian pergi meninggalkan pekerjaan, atau kita memilih untuk menghancurkan hambatan itu kemudian bertahan dan memperbaiki segala sesuatunya, adalah pilihan pribadi. Tak mudah memang untuk menjadi seseorang yang survive dalam kondisi sulit. Tetapi mereka yang sedikit itulah yang akan muncul dengan kesuksesan dan kemudian dikenal sebagai seseorang yang berhasil dalam pekerjaannya.

Itu semua adalah pilihan. Sebab perubahan hanya akan terjadi pada mereka yang memiliki kemauan kuat untuk berubah atau mengubah kondisi tak menyenangkan yang mereka rasakan serta menghadapi segala hambatan yang memang akan selalu ada. Kita sendiri yang menentukan, akan mengalahkan atau dikalahkan oleh “rasa bosan”.


*cheering up myself...ayo, bangkit!!!*

2 comments:

Muhammad Rivai said...

Biasanya rasa jenuh itu ujung-ujungnya malah jadi stress, Mbak Vit.

"Suasana kerja yang monoton, teman kerja yang sering membuat kesal, gaji yang tak kunjung naik, tidak dipromosikan untuk naik jabatan, merasa kurang mendapat tantangan dalam pekerjaan..." pasti dialami oleh sebagian besar dari kita.

Mungkin, selain kita perlu rehat, kita juga perlu merubah paradigma dalam menghadapi persoalan. Bukankah hampir ditiap tempat kita akan menemui dan mengalami hal yang sama. Jangan-jangan yang salah itu bukan lingkungan kita melainkan justru diri kita :-)

Kok Mbak Vit nggak tambahkan bahwa menulis juga bisa menjadi jalan agar kita tidak jenuh. Pernah nggak sih kita merasa bahwa apa yang kita tulis itu berguna bagi orang lain dan ada yang mengirimkan email ucapan terima kasih atas apa-apa yang kita lakukan...

Saya juga yakin, menulis bisa menjadi sebuah ide kreatif. Jarang khan, seorang penulis nyontek melulu...

Di tempat kerja saya, karena saya mengelola IT Department, saya bisa membuat sebuah website internal yang berisikan berbagai hal yang berguna, mulai dari tips-tips komputer, tips pergaulan, artikel tentang ERP (Enterprise Resource Planning), MIS, Humor, Cerpen, Cerber, Bahkan saya ada niatan bikin novel. Pernah nggak Mbak Vit bayangkan (ngapain juga ya :-))saya membuat cerpen tentang keseharian kerja dengan nama-nama rekan kerja dan isinya bikin geli, hehehe... Bukankah pengarang berhak melakukan apa saja :-D, tentunya dengan batasan-batasan kesantunan dan persetujuan ybs.

Saya nggak menyangka lho Mbak Vit, ternyata banyak yang seneng membuat artikel-artikel simpel tapi menarik, nggak muluk-muluk, hanya sekedar keseharian kerja yang diungkapkan dengan gaya yang santai.

Kadang saya juga syuka nakal, saya menulis artikel mengenai tips kerja ("Kurangi penggunaan properti kantor untuk kepentingan pribadi", "Tips mengajukan saran pada atasan", "Tips meninggalkan anak untuk kerja", "Terlambat masuk kantor, itu paradigma tahun 70-an, Man !" dll). Saya tulis, "Taken from http://www.infokreasindo.com", padahal website itu ya punya saya pribadi, huehehehe...

Kalau saya tulis, from Vavai, mungkin mereka malah males baca karena saya dianggap menggurui, tapi kalau ditulis diambil dari luar, mereka tidak merasa sungkan untuk membacanya. Ya Allah, maafkan Vavai karena telah membohongi temen sekantor :-P

Jadi kayak cerpen nih.

OK Mbak Vit, *cheering up yourself...ayo, bangkit bareng-bareng !!!*

* Membaca artikel Mbak Vit bisa mengusir rasa jenuh saya, cling *

Vavai Muhammad Rivai Andargini

DH Devita said...

Trims masukannya, Vai...
eniwei, sepertinya aku dah tulis ya di artikel itu, bahwa bisa jadi faktor penyebab itu datangnya dari diri sendiri, mungkin bisa dibaca lagi di paragraf tengah or akhir.

nggak ditulis detil dan lengkap dari berbagai sudut pandang ya, vai...coz aku maunya emang artikel itu fokus tentang 'kejenuhan', dan menyadarkan pembaca bahwa 'jenuh' itu tak harus berbuahkan 'menyalahkan orang lain atau lingkungan'. based on beberapa kasus yang terjadi di sekitar sih sebenernya...

tentang tambahan 'menulis' sebagai alternatif...ya,...aku rasa nggak perlu ditambahkan spesifik ke arah sana. coz nanti pembahasannya jadi lebar, dan yang baca kan bukan cuma peminat tulisan or penulis, soalnya dipajang di eramuslim.com. hehe, ntar aku disangka provokasi orang buat nulis lagi...hehe...padahal sih gpp juga ya...

thx lagi ya vai...