Halaman

Sunday, February 24, 2008

Pancingan Jitu

Pernahkah kita mengukur, seberapa berprestasi negara tercinta ini dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya? Jawabannya pasti bervariasi. Mungkin ada yang mengatakan tidak pernah, tidak tahu, tidak peduli, atau bagi mereka yang memiliki kebanggaan tinggi sepenuh hati sebagai warga negara Indonesia, pastinya selalu akan berpikir positif bahwa bagaimanapun Indonesia tetaplah negara tercinta yang kaya raya serta mampu bersaing dalam berbagai hal di dunia.

Satu sisi saja, bila kita berkenan untuk menengok lebih dekat, kita akan mendapati betapa banyak pengabaian yang dilakukan oleh perusahaan terhadap tenaga kerjanya yang berakibat tingginya tingkat kecelakaan kerja, dan sebaliknya betapa banyak tenaga kerja Indonesia yang bermental rendah alias pemalas dalam hal mendisiplinkan diri mengikuti aturan hukum keselamatan dan kesehatan kerja.

Pada pertengahan tahun 2002, ILO (International Labour Organization) mencatat Indonesia sebagai negara yang menduduki peringkat ke-26 dari 27 negara dalam hal keselamatan kerja. Menurut data tersebut, tercatat tidak kurang dari 52 ribu kasus kecelakaan kerja atau lebih dari 400 kasus setiap harinya. Dari kasus-kasus tersebut, lebih dari 5400 tenaga kerja mengalami cacat sebagian, 317 lainnya mengalami cacat total, serta 1049 meninggal dunia. Data yang tidak menggembirakan, dan itu baru yang ‘tercatat’. Sudah pasti kasus-kasus kecelakaan kerja sama halnya dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga misalnya, bahwa jumlah yang tercatat menduduki puncak gunung es, dan jumlah yang lebih besar lagi tenggelam di bawah.

Sekitar dua tahun kemudian, Indonesia kembali meraih ‘prestasi’ besar yang sangat tak bisa dibanggakan. Faktor keselamatan dan kesehatan tenaga kerja Indonesia menduduki urutan nomor 5 se-ASEAN, atau yang terburuk dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Pada tahun 2004 tersebut, terjadi sekitar 95 ribu kasus kecelakaan kerja yang tercatat, yang 1,28 persennya mengakibatkan kematian. Total biaya yang dikeluarkan perusahaan pada saat itu sekitar Rp 102 milyar. Bayangkan apabila jumlah tersebut dikeluarkan untuk peningkatan produksi perusahaan atau lainnya.

Data-data yang disebutkan di atas hanyalah sebagian kecil saja yang menggambarkan betapa penting dan mendesaknya perhatian terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk lebih ditingkatkan. Dan jangan hanya menuding sepihak, tanpa keterlibatan perusahaan dan tenaga kerja sekaligus, tujuan tersebut tidak mungkin tercapai dengan mulus.

Bila saja perusahaan meningkatkan perhatian kepada jaminan K3 para tenaga kerja, perhatian dalam bentuk lain misalnya sosialisasi intens kepada karyawan serta masyarakat umum, dan imbalan menarik bagi tercapainya prestasi sekian waktu tanpa kecelakaan kerja, maka semua itu menambah poin positif bagi peningkatan perhatian dan kepedulian tenaga kerja akan K3, yang merupakan penentu keselamatan dan kesehatan diri mereka sendiri. Tampaknya memang sesuatu yang ingin diraih harus menyediakan pancingan jitu sebagai penariknya.

Bila saja tenaga kerja yang ada menyadari betul pentingnya K3 dan tidak lagi mengenakan motto hidup ‘aturan ada buat dilanggar’, maka perusahaan tidak akan dirugikan dengan berkurangnya produktivitas kerja serta pemborosan dalam hal-hal yang sebenarnya bisa dicegah. Dan sekaligus mereka akan membuat keluarga tercinta merasa lega bahwa si tulang punggung keluarga berada di tempat yang aman dengan disiplinnya ia mengikuti peraturan.

Bila negara ini sudah banyak dirugikan dengan dicomotnya kekayaan negara melalui korupsi serta pungli, maka janganlah lagi menambah dengan memperbesar biaya penanggulangan kecelakaan kerja bermilyar-milyar, padahal banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegahnya.

Dalam pengetahuan sayItalica yang terlalu sederhana, apa yang dilakukan PT Kaltim Prima Coal cukup menarik dan sepertinya jitu mencegah laju kecelakaan kerja. Sebut saja berbagai imbalan yang diterima secara berkala, penghargaan bagi tercapainya sekian jam kerja tanpa lost time injury atau tidak adanya fatality, sosialisasi intens di media setempat, dan sebagainya. Satu hal yang cukup efektif memberikan semangat meningkatkan produktivitas kerja serta efisiensi bagi pengeluaran perusahaan. Pertanyaannya, apakah selalu harus ada pancing dan umpan menggiurkan bagi sesuatu yang menyelamatkan dan menenteramkan banyak jiwa? Begitulah kita, yang selalu harus diberi sebelum memberi. Bahkan untuk diri sendiri.

Ditulis dalam rangka mengikuti lomba K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) PT Kaltim Prima Coal. (duh, lolos gak ya? hehe...deg-degan...)

No comments: