Halaman

Tuesday, June 28, 2005

Berikanlah yang Halal Saja...

“Suamiku, aku dan anak-anakmu tidak takut kepada kelaparan yang akan menimpa, namun kami sungguh takut akan nyala api jahannam yang akan menghanguskan kami. Maka pulanglah dengan membawa rezeki yang halal saja, dan hindarilah mereka yang akan menjerumuskan kita ke neraka.”

Hati dan sekujur tubuh saya seketika merinding kala melantunkan kembali kalimat-kalimat tersebut dalam benak, seusai mendengar sebuah tausiyah. Sungguh sebuah penggambaran sempurna dari keimanan seorang istri.

Pernahkah kita mendengar kisah seorang ibu yang tak memiliki harta, hingga ia harus terus menerus memasak bongkahan batu dalam kuali di rumahnya, supaya anak-anaknya percaya bahwa mereka sedang menunggu waktu makan. Bayangkan, bagaimana perasaan si ibu ketika mendengar tangisan lapar dari anak-anaknya? Namun tidaklah ia sanggup berbuat apa-apa, sehingga hal itu terus-menerus ia lakukan demi ketenangan anak-anaknya.

Tak mustahil kondisi demikian masih bisa kita temui di masa sekarang. Seseorang yang tak memiliki apapun untuk dimakan walau secuil. Bahkan tak jarang ditemui para fakir miskin yang harus berpuasa hingga berhari-hari sebab tak punya uang untuk dibelikan makanan. Pernahkah terlintas dalam hati, bagaimana bila kondisi tersebut Allah takdirkan bagi kita? Sejauh manakah kita dapat mempertahankan keimanan di tengah kesulitan yang harus dihadapi?

Mungkin pada saat ini kita menjadi bagian dari mereka yang kurang beruntung tersebut. Yang harus bersusah payah meraih rezeki. Yang harus bersabar dan berlapang hati menerima kondisi sempit yang kian hari kian menghimpit. Padahal tanggungan tidak hanya diri sendiri dan suami, melainkan juga anak-anak tercinta.

Tak sedikit akhirnya orang-orang yang berputus asa lantas mencari jalan singkat menuju kelapangan. Artinya sama dengan mencuri, mengambil sesuatu yang bukan haknya, mencari pekerjaan di lahan yang tak halal, demi memenuhi kebutuhan hidup, begitu kilahannya. Tak sedikit juga yang mencoba cara lain dengan menggadaikan keimanan lalu mencari jalan untuk kaya harta dengan mencari ‘pesugihan’ alias meminta pertolongan kepada selain Allah.
Na’udzubillahi min dzaalik!

Sungguh hati saya benar-benar bergetar, ketika menyadari bahwa bisa jadi kondisi tersebut menimpa orang-orang dekat di sekitar saya. Saya makin bergidik ngeri, sebab bisa saja kemalangan itu menimpa diri saya dan keluarga. Bila saya harus bertahan dalam kondisi yang ‘sempit’, setia mendampingi suami yang bersusah-payah mencari rezeki untuk menghidupi keluarga, bertahan dengan lapang hati dan tanpah keluh walaupun begitu berat rasanya harus menghadapi hari demi hari, apabila kondisi itu terjadi pada diri saya, apakah yang akan saya lakukan? Mungkinkah manisnya sikap dan tingkah laku serta kelembutan perkataan tetap bisa saya persembahkan sebagai penentram hati suami? Masihkah keceriaan dan senyuman termanis yang memancarkan cinta sepenuh hati saya suguhkan demi menyambut lelah suami? Akankah saya sanggup melewatinya dengan penuh ketegaran hingga tak tergoda oleh kenikmatan yang hanya bisa dipandang dari kiri dan kanan?

Menjadi seorang istri yang menerima dengan lapang hati segala keadaan yang harus dilewati bersama, adalah sebuah tantangan bagi kesabaran dan keikhlasan. Bukan hanya itu, melainkan juga kepercayaan dan keyakinan akan apa yang Ia berikan. Sebab Allah telah menjamin rezeki bagi tiap-tiap hamba-Nya sesuai dengan kadar yang telah Ia tetapkan, hingga seharusnya tak lagi ada alasan untuk berputus asa. Semoga Allah memudahkan saya untuk bisa menjadi salah satunya. Semoga.

No comments: