Halaman

Friday, August 19, 2005

Menanti Bintang Kecil

Apa yang dirasakan bila kehilangan sesuatu? Sedih, marah, kecewa, dan berbagai perasaan lain yang pastinya berkecamuk di hati. Apalagi bila sesuatu tersebut hilang karena diambil oleh orang lain yang tidak berhak memilikinya. Namun bila 'kehilangan' itu memang jalan yang terbaik untuk kita, harusnya kita malah bersyukur. Mungkin memang sesuatu tersebut belum waktunya kita miliki, atau mungkin diri kita yang belum siap untuk memilikinya. Apapun, yang jelas pasti di balik setiap kejadian pasti ada hikmah.

Betapapun mencoba untuk mengikhlaskan, namun ternyata tak selalu mudah. Itulah, upaya keras untuk senantiasa menjaga kebersihan dan kelapangan hati memang butuh perjuangan. Kelelahan itu memang harus dirasakan, itulah tandanya orang-orang yang selalu berikhtiar setiap kali menginginkan sesuatu. Pengorbanan, tentu bukan lagi hal yang asing untuk 'disandingkan' dengan keinginan tersebut.

Keinginan untuk memiliki buah hati, adalah satu hal yang bisa saya sebutkan sebagai satu hal yang paling diinginkan wanita yang telah menjadi seorang istri.

Saya memiliki beberapa orang teman, yang kesemuanya memiliki keinginan tersebut. Setiap kali 'periode' masing-masing tiba, semua berdebar. Ketika yang satu 'gagal', yang lain turut sedih. Kemudian saling menyabarkan dan mendoakan. Suatu kali, saya begitu ingat, teman saya yang baru saja menikah satu bulan langsung membuat heboh saya dan teman-teman lain. Ia yang paling dulu 'berhasil' melewati periode tersebut tanpa gagal. Semua bersyukur sambil terkaget-kaget, namun ada yang sangat bersedih. Merasa didahului, mungkin. Sekitar tiga bulan berselang, ternyata si mbak yang bersedih itu dikabulkan doanya. Saya tahu, betapa ia merasakan kesedihan saat harus menunggu hingga beberapa bulan setelah menikah baru diberikan rezeki tersebut. Apalagi harus didahului oleh seorang juniornya. Maka, ketika ia membawa berita gembira tersebut, kami semua memberinya selamat, doa yang tak habis-habis, dan saya pun menangis terharu. Entah mengapa, pagi itu saya begitu gembira untuknya.

Hal itu telah cukup lama berlalu, hingga hampir setahun saya mengenal teman-teman saya itu. Kini tinggal tiga orang dari lima yang dulu sama-sama menanti. Tiga orang tersebut, hingga kini, masih melantunkan doa sekuat tenaga dalam hati. Berharap, dan terus berharap, juga saling mendoakan dan menantikan saat-saat penting itu tiap bulannya. Berhasilkah ia? Gagalkah? Ternyata sedemikian kuat keinginan kami. Agak sedikit menggelikan bila menyaksikan langsung raut wajah masing-masing bila periode tersebut datang. Sepertinya kalender di meja masing-masing dihitung berulang kali setiap hari. Namanya aja usaha, begitu kilah kami. Tapi saya begitu menghargai perasaan kami bertiga, sebab ia sangat indah menurut saya. Perasaan berdebar menantikan fase 'naik tingkat' bagi seorang istri, yaitu menjadi ibu. Bagaimana yang perasaan seorang wanita yang merelakan bayinya dibuang sebab ia dilahirkan tanpa diinginkan? Jangan tanyakan itu pada kami bertiga.

Di sinilah Allah menguji kesabaran dan kekuatan hamba-hamba-Nya dalam berikhtiar. Memang tak pernah mudah ujian itu dilewati. Kalaulah kesabaran yang menang, maka bersyukurlah. Sebab ia akan digantikan dengan ganjaran yang pasti membahagiakan.

Saya yakin, keinginan itu masih terpancang kuat dalam hati-hati kami. Pun doa itu masih terus diukir dan dilantunkan tak henti-hentinya. Menjaga ketenangan hati dan pikiran, itu sangat penting untuk selalu dilakukan. Jangan sampai ketidaksabaran menjerumuskan ikhtiar tersebut kepada hal yang tak halal dilakukan. Na'udzubillahi min dzaalik. Semoga Allah menghindari kami dan mereka yang juga mengalami hal yang sama, dari hal tersebut.

Maka, bersabarlah. Mungkin Allah sedang menyiapkan skenario terindah yang nanti akan kita nikmati, bila kita telah melewati ujian ini dengan penuh keikhlasan....


*dedicated to Mbak Travel n Eci tersayang...
(judul di atas diambil dari 'calon artikel' yang ditulis oleh Mbak Travel)

No comments: