Halaman

Tuesday, October 18, 2005

Belajar Disiplin dari Anya


Suatu kali saya mengunjungi salah satu keluarga favorit saya. Mereka adalah kedua sepupu kecil saya: Rey dan Anya, dan kedua orang tua mereka. Atas tawaran dari mereka, saya pun menghabiskan satu malam menginap di kediaman yang baru mereka tempati di daerah Cilandak. Ketika saya sampai di kediaman mereka, hari sudah beranjak malam. Saya mengetuk pagar, dan tak lama Rey dan Anya berlari keluar menyambut saya dan membukakan pintu pagar.
Setelah sejenak melepas lelah, Anya dan Rey menarik tangan saya untuk masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri.
“Kak Vita pakai kamar mandi di dalam kamar aja. Handuknya ada kan di situ? Keran shower-nya bisa buka sendiri kan? Ayo, Dek, jangan gangguin, kak Vita mau mandi.” Kata Rey. Saya mengangguk-angguk menanggapi. Anak usia sepuluh tahun ini seperti ibu-ibu saja, pikir saya. Tapi rupanya Anya tidak menurut. Ia malah sibuk mengacungkan sebuah botol kecil kepada saya dan mengoceh panjang lebar.
“Kak Vita, kemarin kan si mbak bilang ada yang kena demam berdarah. Jadi mama beliin Lavenda, aku setiap hari musti pakai Lavenda supaya nggak kena demam berdarah. Ini Lavendanya, aku taruh di sini, ya. Nanti kak Vita pakai habis mandi, ya.” Katanya.
Wah, mau mandi saja repot sekali, pikir saya waktu itu. Pakai lotion anti nyamuk? Malas ah. Saya hanya meletakkannya di atas meja, dan kemudian tak menyentuhnya lagi sehabis mandi.

Sejam kemudian, kami bertiga makan malam sambil menonton televisi. Di sela-sela kegiatan itu, Anya mengingatkan saya,
“Eh, kak Vita! Udah pakai Lavendanya belum?”
“Eh … belum. Nanti aja deh, ya.” Kilah saya.
“Ya udah, tapi nanti jangan lupa, ya. Kan bisa kena demam berdarah.” Anya menasehati. Saya sedikit merasa geli mendengarnya. Kalimatnya barusan, dan mimik wajahnya yang bersungguh-sungguh mengingatkan saya pada ibu saya bila sedang memarahi atau mengingatkan saya untuk melakukan sesuatu. Anak sekecil itu ….


Malam itu saya dan Rey menghabiskan waktu dengan menonton film Star Wars. Ketika ayah dan ibu mereka pulang, kami makin seru menonton sambil mengomentari adegan ini dan itu. Malam kian larut, saya dan Rey belum tidur, demikian pula Anya. Tetapi wajahnya yang sudah setengah mengantuk tidak bisa bertahan lama di depan televisi di ruang tamu. Ia pun masuk ke kamar, dan tidak lupa kembali berkata pada saya dengan gaya yang sangat lucu,
“Ya ampun, kak Vita! Lavendanya belum dipakai juga?”

Persoalan memakai lotion anti nyamuk rupanya bukan hal yang sepele bagi sebagian orang, termasuk keluarga Rey dan Anya. Bagi saya, cukup semprotkan saja obat nyamuk, beres. Mudah-mudahan tidak tergigit. Tapi memang mencegah sangat jauh lebih baik daripada mengobati. Saya sendiri menyadari kalimat itu, tapi rupanya belum sepenuhnya memahami bahwa peringatan itu tidak boleh hanya berlaku sebagai slogan belaka. Perlu kekuatan untuk mengusir kemalasan untuk mempraktekkannya. Bila sudah terlanjur jatuh sakit, kita sendiri yang rugi. Begitulah, menanamkan kedisiplinan memang perlu kesadaran dan kemauan.
Omong-omong soal mengagumi, saya memang mengagumi keluarga favorit saya ini. Salah satunya adalah bagaimana si ayah dan ibu berusaha menanamkan kedisiplinan pada diri anak-anaknya. Bagi saya, menyaksikan seorang anak sekecil Anya yang begitu repot-repot menasehati saya untuk memakai lotion itu, adalah bukan sekadar menyadari bahwa ia menyayangi saya sehingga tak mau saya terkena penyakit demam berdarah. Melainkan juga menyaksikan buah kecil dari sebuah tekad kedisiplinan yang telah ditanamkan si ibu sejak dini. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Tentu saja.

No comments: