Halaman

Wednesday, February 15, 2006

Berbagi Cinta dan Empati

Baru-baru ini saya mendapat sebuah email dari seseorang yang kebetulan membaca sebuah tulisan yang saya tampilkan pada blog pribadi. Tulisan itu adalah sebuah cerpen mengenai proses kuretage yang saya alami sekitar sebulan lalu. Tentu saja, membaca email itu mengingatkan saya pada kesedihan dan berbagai perasaan yang saya rasakan, dan tidak terlupakan sampai sekarang. Email tersebut cukup panjang, namun saya tidak merasakan bosan atau marah saat membacanya. Terus terang saja, menanggapi pertanyaan-pertanyaan seputar proses kuretage tersebut sesungguhnya hanya akan membuat saya sedih kembali, walaupun saya selalu menjawab dengan lengkap dan menerangkannya dengan senang hati. Sebab apa yang saya alami merupakan pengalaman yang dapat diambil pelajaran oleh semua orang. Saya senang berbagi. Tapi kesedihan itu tidak bisa tidak muncul kembali.

Biasanya orang-orang akan bertanya, “Dikuret? Kok bisa sih? Kenapa? Kecapean, ya? Kurang istirahat kali? Terkena virus apa? Kenapa bisa ada bekuan darah? Tenang aja, biasanya habis dikuret pasti cepat hamil lagi ....“ dan seterusnya. Bosan. Tapi ya wajar saja, dan saya tahu pertanyaan-pertanyaan tersebut tak bisa dihindari. Setelah menjelaskan panjang lebar, biasanya saya akan mengatakan,“Ya, jadiin pelajaran aja deh. Doain ya, supaya bisa sehat dan hamil lagi.“ Habis perkara. No hurt feelings, lah. Saya tahu mereka semua hanya memberikan perhatian dan bermaksud menghibur. Walau rasa sedih itu tetap saja ada.

Email yang saya baca itu, tidak berisikan pertanyaan bertubi-tubi tentang apa yang saya alami. Seseorang itu hanya menceritakan mengenai apa yang ia alami, yang ternyata hampir mirip dengan yang saya alami. Ia seorang wanita, yang telah kehilangan bayinya setelah sembilan bulan dalam kandungan. Bayangkan saja, harapan yang telah memenuhi hatinya pupus seketika ia mendapati bayinya tak lagi bernyawa, tak lama setelah melahirkan, kalau tidak salah. Ia mengatakan bahwa perasaan sedihnya tak terkira, yang pastinya sama dengan apa yang saya rasakan. Ia tergerak untuk mengontak saya via email dan menceritakan pengalamannya itu setelah membaca tulisan saya. Saya tidak mengenal wanita itu, dan bisa jadi itu kali pertamanya membaca tulisan saya pada blog pribadi saya. Sebuah tulisan yang langsung membuat hati saya benar-benar tersentuh, dan sekali lagi menyadari bahwa kesedihan seperti yang saya rasakan bukanlah sesuatu hal yang istimewa dan perlu dibesar-besarkan. Toh, pastinya banyak sekali wanita yang mengalami hal serupa atau bahkan lebih lagi dari yang saya alami. Seperti wanita itu. Sesungguhnya saya memang bersyukur, bahwa kehilangan itu saya alami ketika usia kandungan dua bulan. Saya tak bisa membayangkan bila kandungan itu telah membesar, saya telah merasakan gerak janin, atau bahkan setelah ia dilahirkan. Kesedihan macam apa yang akan saya alami? Allah Maha Tahu kesanggupan hamba-Nya.

Sepertinya berbagi sesuatu dengan orang lain telah menjadi sebuah kebutuhan yang akhirnya dapat memberikan pelajaran-pelajaran baru bagi diri saya. Mengalami sebuah musibah atau kejadian apapun tentu saja membuahkan hikmah yang tak terkira nilainya. Namun mendapatkan tanggapan atas apa yang saya alami, baik berupa nasehat, kalimat-kalimat yang menyatakan rasa simpati, dan berbagai bentuk kepedulian lainnya dari teman-teman saya, pun mengajarkan saya hal lain. Bahwa dalam menjalani kehidupan, seorang manusia sungguh amat lemah, dan tak mungkin terlepas dari orang-orang lain yang berada di sekitarnya. Tak bisa kita menghadapi semuanya sendirian. Keberadaan orang lain dalam hidup kita sesungguhnya menjadi salah satu penguat agar kita tidak jatuh tersungkur terlalu dalam, berlarut dalam duka, dan melupakan bahwa ketika kita merasa ada di bawah, ada orang lain yang menempati posisi yang sama, bahkan banyak lagi yang lebih menderita. Kadang, ketika kita merasakan duka, kita lupa bahwa bukan diri kita sendiri yang mengalaminya.

Satu hal lagi, yang saya dapatkan dari kalimat terakhir dari paragraf di atas. Saya sempat memiliki pemikiran ini: Tidak mungkin ada seorang pun yang memahami apa yang saya alami, toh mereka berbicara demikian hanya karena rasa simpati yang dimunculkan. Mereka tidak benar-benar tahu apa yang saya rasakan. Maka percuma saja kalimat-kalimat menghibur itu diucapkan. Sungguh jahat pemikiran saya itu. Tentu saja, emosi memuncak yang menyelimuti hati saya yang menyebabkannya. Dan saya pun sempat berpandangan negatif terhadap beberapa reaksi dan tanggapan orang-orang di sekitar saya. Bukannya mengurangi beban, sikap saya itu hanya menambah tumpukan stres yang merugikan diri saya sendiri.

Setelah membaca email tersebut, saya seakan baru menyadari bahwa saya bukanlah orang yang paling malang sedunia. Saya sungguh berterima kasih pada seseorang yang mengirimkan saya email itu. Isi email tersebut merupakan ‘cara menegur’ yang sungguh baik, menurut saya. Walaupun hanya dengan menceritakan kembali apa yang ia alami, walaupun sepertinya tidak ada kata-kata nasehat ataupun teguran secara eksplisit di sana. Tapi cukup untuk memberikan sebuah ‘tamparan’ yang menyadarkan saya. Tidak ada sebuah cobaan pun yang Allah turunkan melainkan untuk menguji hamba-Nya, memberikan ujian untuk mengukuhkan keimanannya, menjadikan kita lebih dekat pada-Nya, memberikan kesadaran untuk melangkah maju dan berbuat lebih baik dari sebelumnya.

Berbagi dan berbicara dengan seseorang yang juga mengalami musibah yang sama, sepertinya memberikan saya ketenangan yang baru. Bahwa saya tidak sendirian, dan banyak orang yang benar-benar mengerti apa yang saya rasakan, sebab mereka sendiri mengalaminya. Dan terhadap mereka yang tidak mengalaminya, tentu jawaban serta cerita saat saya berbagi dengan mereka akan memberikan pelajaran yang sama. Tak peduli apapun kalimat yang mereka lontarkan, mereka sesungguhnya menunjukkan cinta yang besar dengan segala bentuk perhatian tersebut. Memang, berpikir rasional saat hati sedang diliputi kesedihan bukan sesuatu yang mudah. Dan saya akhirnya menyadari bahwa walaupun mereka, teman-teman dan keluarga saya itu, tidak mengalami apa yang saya alami, namun mereka merasakan kesedihan yang sama. Itulah sesungguhnya cinta dan ikatan hati, bahwa ketika kita mengalami sesuatu, maka orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita pun merasakan hal yang sama.

No comments: