Halaman

Wednesday, February 15, 2006

Terjebak Perangkap Setan

Manusia seringkali melakukan hal-hal yang membawanya dekat kepada kemaksiatan tanpa disadari. Akibat seringnya memaklumi sebuah kesalahan kecil yang diperbuat. Padahal tumpukan dosa-dosa kecil itulah yang menjadi awal ‘ketertarikan’nya terhadap dosa yang lebih besar, dan lebih besar lagi. Ibaratnya seseorang yang berbohong, ia akan berbohong untuk kedua kalinya untuk menutupi kebohongan yang pertama, dan kemudian berbohong lagi untuk menutupi kebohongan kedua, dan begitu seterusnya sampai batas dimana ia tak lagi sanggup berbohong sebab tak lagi ada orang yang mempercayainya, atau karena ia tak bisa membedakan mana kejujuran mana kebohongan. Kebaikan dan kebatilan pun dengan mudah menjadi hal yang sama dalam pandangannya. Kebohongan bisa disamakan dengan kemaksiatan apapun, yang akan menjelma menjadi lingkaran setan yang menjerat manusia manapun yang terperangkap di dalamnya.

Perangkap setan itu diciptakan khusus untuk manusia yang tidak mau bersikap waspada dan menjaga diri. Ia terbuat dari sepuh emas dengan harum semerbak bagai bunga cantik penuh madu menarik lebah. Siapapun akan tergoda olehnya. Memang demikianlah sebuah kemaksiatan dibungkus oleh tampilan memikat. Sehingga untuk sesaat, kita akan langsung terpikat dan jatuh dalam lubang hitam, bila tidak menghindarinya. Dan setan pun tertawa. Sekali lagi mereka berhasil menarik manusia untuk menjadi bagian dari golongannya. Dan golongan setan itu akan berbaris rapi menuju neraka, dimana bahan bakarnya terbuat dari batu dan manusia. Semakin banyak, dan semakin banyak lagi, menjadi penghuni kerak neraka.

Padahal peringatan tentang perangkap setan itu telah disebut berkali-kali dalam Alquran. “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secaa keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.“ (Al Baqarah, Qs.2:208)

Jangan mengira perintah menaati syariat Allah hanya sebatas melaksanakan salat lima waktu, berpuasa, dan berzakat saja. Padahal seluruh sisi kehidupan kita di dunia telah diatur sampai hal-hal yang paling kecil. Dan semua itu adalah untuk kebaikan manusia sendiri. Tetapi, tentu saja, sebuah kebaikan dan perintah agama rasanya akan seperti memakan buah berduri dan melihat sebuah tampilan tak menarik bahkan mungkin dihindari sebab dirasa menyusahkan dan mengekang kebebasan. Lantas berpikir bahwa kehidupan dunia dan akhirat akan selamat hanya dengan menjalankan perintah-Nya sesuai kehendak hati, bila tak berkenan bisa ditinggalkan. Masihkah bertanya tentang perangkap setan padahal sudah jelas-jelas terlihat di sekeliling kita?

“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras.“ (Al Baqarah, Qs. 2:204)

Belakangan ini sepertinya terkuak sebagian dari perangkap setan itu, dan bila mata hati kita jeli, pasti dapat dibedakan dengan jelas mana yang haq dan batil. Memang apa yang ditampilkan dalam media cetak dan elektronik dapat dengan mudah merasuk dalam benak setiap orang. Pembentukan opini mengenai berbagai hal pun terjadi dengan cukup mudah, namun tidak bagi orang-orang yang mau berpikir sebelum meyakini. Benarkah sebuah klaim kebebasan berpendapat dan kebebasan memilih jalan hidup dapat menjadi jaminan akan sebuah kebebasan yang sesungguhnya? Atau pada saat itu kita akan terjebak pada nafsu kapitalisme para pedagang yang berusaha membuat arus baru sebuah modernisasi, lantas mengajak sebanyak-banyaknya manusia untuk menjadi saksi dan pelaku tren mode kehidupan. Sedangkan pada saat yang bersamaan, aqidah serta akhlak dihancurkan sehancur-hancurnya, hingga tak berbekas. Bila hal ini berlangsung terus selama beberapa lama tanpa ada perbaikan, kelak akan terbentuk generasi model baru pengusung nilai-nilai yang ingin mereka tanamkan itu.

Bukankah sudah jelas peringatan Allah dalam surat An-Naas:
Katakanlah,“Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.


Wallahu a’lam

1 comment:

Anonymous said...

Ya, mungkin karena itu