Halaman

Wednesday, July 20, 2005

Dia Ada

Rasanya tidak perlu lagi diragukan, betapa Allah Maha Pendengar Doa. Tapi seringkah kita mendengar, betapa banyak orang yang tak lagi percaya akan keberadaan-Nya, disebabkan oleh beberapa pinta mereka yang belum lagi dikabulkan? Orang-orang yang begitu berani menyatakan bahwa mereka tak lagi percaya adanya Rabb Sang Pemilik segala, rasanya kian banyak bermunculan. Bahkan ketidakpercayaan mereka itu dibuktikan dengan menghadirkan sejumlah ‘guru spiritual’ atau ‘orang pintar’ yang lantas mereka ikuti segala perkataan dan perintahnya. Bermacam alasan dikemukakan. Bahwa mereka hanya mencari ketenangan, dan menempuh jalan tersebut sebagai alternatif untuk mempercepat doa dikabulkan. Toh hal itu dilakukan hanya sebagai ikhtiar, begitu mungkin alasannya.

Malam itu, ketika Ayah sedang mengalami pendarahan berat pada rongga hidung sebelah kiri, saya tak bisa memejamkan mata sekejap pun. Tak terhitung lagi berapa kali saya bolak-balik menahan pendarahan itu dengan tissue, mengompresnya dengan es batu, segala cara yang bisa dilakukan agar darah tak keluar terus-menerus. Tapi selalu saja gagal. Dalam keremangan ruang kamar rumah sakit, saya menyaksikan sendiri darah itu mengucur deras. Ayah pun terlihat agak panik dan kian resah. Setelah hampir dua belas jam tidak bisa tidur akibat pendarahan yang tidak berhenti.

“Pa, shalat aja, biar tenang,” saya mengingatkan, sebab baru teringat bahwa beliau belum menunaikan shalat isya. Lantas saya segera membantunya bersuci dengan tayammum. Dan setelahnya saya duduk rapi tepat di samping tempat tidur. Berjaga-jaga, kalau-kalau sewaktu shalat darah mengucur lagi.

Tak sampai dua menit, saya memandangi Ayah dan tiba-tiba saya mengucek mata tak percaya. Kedua pundak Ayah berguncang, matanya memejam, dan saya makin terbelalak. Ayah menangis. Bibirnya bergetar sambil terus melafazkan bacaan shalat. Saya tergugu, lantas air mata ini mengalir pula. Pertama kalinya saya melihat Ayah menangis seperti itu. Dalam hati saya mencoba menerjemahkan tangisan Ayah sebagai kelelahannya sekaligus rasa takut yang pasti menyelinap. Seorang yang bisa menangis dalam shalatnya sampai seperti itu, pastinya berada dalam kondisi kepasrahan yang begitu dalam. Diam-diam saya merasa begitu bersyukur.

Allah Maha Pemberi Rezeki. Dan diturunkan-Nya rezeki itu kepada siapa saja yang Ia kehendaki, dari mana saja, dan entah berapa jumlahnya. Mungkin isi dari sebagian besar doa yang dipanjatkan oleh manusia adalah ‘mendapat kemurahan rezeki’. Bisa diartikan macam-macam pula. Menjadi kaya, memiliki harta benda yang banyak, sukses di dunia, mendapat kemudahan untuk menghadapi himpitan kebutuhan sehari-hari, dan sebagainya. Perbedaan seorang yang memiliki keyakinan teguh akan pertolongan-Nya, dengan seorang yang begitu mudah kecewa tatkala keinginannya tak segera terpenuhi, adalah begitu nyata.

Seorang yang pertama, akan tak putus memanjatkan doa serta berusaha untuk mendapatkan rezeki tersebut. Bila kesempatan pertama gagal, ia akan mencoba lagi. Gagal lagi, tak lantas berputus asa. Berusaha terus, sambil memasrahkan diri akan segala ketentuan-Nya. Toh setiap manusia sudah ditentukan kadar rezeki bagi dirinya di dunia, jadi tak mungkin kehabisan. Tinggal waktu, jumlah, dan dari tangan siapa rezeki itu akan sampai, itu yang tak bisa diperkirakan. Bisa jadi, apa yang kita inginkan lebih untuk kehidupan dunia ini, bukanlah yang terbaik di mata Allah.

Namun, bagi seorang yang kedua, menunggu rezeki datang bak sedang mengantri di antrian restoran fast food. Yang layanannya paling cepat, itu yang paling memuaskan. Apalagi bila ditambah dengan bonus ini itu, entah itu tambahan makanan penutup, atau mainan anak-anak. Yang jelas, manusia tak pernah puas. Bila doa itu tak segera di-ijabah, maka umpatan kecil sampai makian akan terucap dengan mudah. Ujung-ujungnya, bisa-bisa menyalahkan takdir atas apa yang dialami.

Terlibat langsung mengurus Ayah ketika diopname sampai akhirnya harus ada tindakan operasi, adalah pengalaman sekaligus teguran bagi diri saya. Pagi hari setelah krisis semalaman, pendarahan di hidung Ayah berkurang drastis. Keesokannya, ada kabar bahwa harus ada tindakan operasi sebab penyempitan di pembuluh darah di jantung. Uang dari mana? Kami semua pasrah saja. Dan datanglah kabar dari seorang kawan lama Ayah yang kebetulan menjadi pimpinan di sebuah perusahaan dimana Ayah akan kembali bekerja di sana. Semua biaya rumah sakit sampai biaya operasi yang menghabiskan uang ratusan juta diganti sepenuhnya oleh beliau. Surat jaminan dari perusahaan tersebut pun memudahkan kami mengurus ini itu di rumah sakit. Walau kesulitan pasti ada, tapi tak habis saya dan keluarga besar merasa takjub atas rezeki yang datang tak disangka-sangka ini. Bertahun-tahun tak bertemu, tapi rela mengeluarkan uang tak sedikit untuk Ayah. Sempat saya menerka-nerka, seberapa eratkah pertemanan mereka hingga bantuan ini sampai di luar perkiraan? Ataukah ada hutang budi yang telah lama terpendam? Tetapi saya segera menghentikan berbagai prasangka yang tidak pada tempatnya itu. Astaghfirullahal’azhiim….

Bagaimanapun kemurahan hati kawan lama Ayah tersebut, dan berbagai prasangka yang kami pikirkan atau ciptakan sendiri, tak akan menjawab apa-apa. Sebab Dia lah yang sepatutnya menjadi tempat bersyukur. Allah memang Maha Pemurah. Saat itu, saya tambah meyakini betapa kita semua tak bisa mengukur sebanyak apa rezeki dan kenikmatan yang telah Allah siapkan untuk kita. Ia sungguh Maha Mengabulkan Doa. Walaupun untaian doa itu terselip tak terucapkan di dalam hati yang paling dalam, atau hanya terlintas sejenak di pikiran kalut saat menghadapi cobaan berat. Allah Maha Mengetahui segala yang tersimpan di benak maupun yang keluar terlihat jelas lewat perkataan dan perbuatan kita.

Sekali lagi, saya sungguh bersyukur sedalam-dalamnya, bertambah keyakinan saya bahwa Ia ada.

2 comments:

Anonymous said...

subhanallah...semogalah 'hikmah' itu senantiasa menyertai perjalanan hidup kita, ya vit?:)

syafakallah utk ayah

---yudith---

DH Devita said...

amiiin...jazakillah mbak...kalau tiap jenak kehidupan tak diambil hikmahnya, apa guna hidup di dunia? hehehe...