Halaman

Monday, July 11, 2005

Ikhlaskanlah...

Jumat kemarin, saya baru saja menyaksikan sebuah keteledoran dan keruwetan birokrasi dari sebuah administrasi rumah sakit. Kalau hanya urusan menunggu sejam dua jam, mungkin tak kan terlalu jadi masalah. Namun bila ini menyangkut urusan nyawa, bagaimana?

Hari Jumat, 8 Juli 2005, tepat pukul 06.30 WIB saya tiba di RS MMC Kuningan, untuk mendampingi Ibu mengantarkan Ayah menuju RS Medistra, untuk menjalani operasi katerisasi jantung. Janji dengan pihak RS Medistra adalah pukul 07.00 WIB. Namun hingga pukul 06.40 WIB, kami masih berada di kamar 508 RS MMC, menunggu si perawat membereskan berkas-berkas yang harus dibawa sebagai pengantar untuk RS Medistra.

Kami pun pergi dengan ambulan, tiba di RS Medistra dalam waktu kurang lebih sepuluh menit. Jalan tak terlalu padat pagi itu.

Ruang Instalasi Gawat Darurat adalah tempat persinggahan awal. Selalu begitu. Kali ini beberapa perawat RS Medistra dengan gegas menyiapkan Ayah yang sudah dibaringkan di tempat tidur keras milik IGD, pemasangan infus untuk persiapan operasi. Sekitar satu setengah jam berikutnya, setelah beberapa anggota keluarga yang ikut mengantar sempat sarapan pagi, kami semua naik ke lantai 2 RS Medistra. Menuju ruang penanganan katerisasi, dimana sekitar enam orang anggota keluarga berhak masuk dan mendapatkan penjelasan mengenai proses katerisasi. Saya, Ibu, adik perempuan, serta tiga orang adik laki-laki ayah. Prof. Dr. Santoso, dokter yang akan melakukan proses katerisasi jantung, menjelaskan dengan sangat simpatik. Jantung saya bernyanyi, mengira-ngira apakah memang benar ada penyumbatan dalam pembuluh darah jantung Ayah? Berapa jumlahnya? Apakah diperlukan tindakan operasi besar untuk memasang ring? Menurut dokter itu, satu buah ring yang berkualitas baik harus ditebus dengan harga 29.5 juta rupiah. Uang sebanyak itu....


Image hosted by Photobucket.com



Waktu menunjukkan pukul sepuluh kurang, kira-kira. Saya, adik, dan beberapa orang sepupu laki-laki dengan setia menunggu di depan ruang operasi. Ayah belum akan dioperasi, sebab si dokter kebanjiran pasien hari itu. Tersebut angka sekitar 160 orang yang akan menjalani proses katerisasi jantung. Angka yang tidak istimewa, menurut mereka, sebab hampir setiap hari terjadi. Jantung saya masih bernyanyi. Walau semua biaya pengobatan dan tindakan operasi ini ditanggung oleh kantor Ayah, tapi tetap saja, rupiah yang tidak sedikit. Jumlah yang tidak mungkin kami tanggung sendiri. Saya ingat, pagi tadi, sewaktu masih berkumpul di ruang IGD, saya, Ibu, dan seorang paman telah berkali-kali memastikan kepada perawat pengantar dari RS MMC mengenai surat jaminan dari kantor Ayah untuk pengalihan penanganan dari RS MMC ke RS Medistra.

Image hosted by Photobucket.com



Sekitar lima belas menit lewat pukul sebelas siang. Proses katerisasi telah selesai. Adik perempuan saya tergopoh-gopoh keluar ruang observasi, menemui saya dan beberapa sepupu yang masih berdiri di luar ruang operasi.

“Ada penyumbatan, Kak. Di empat tempat. Yang satu buntu total, tapi nggak harus diapa-apain karena udah membentuk jaringan pembuluh darah baru. Yang tiga di sebelah kiri yang parah. Ini musti tindakan lanjutan.”

Belum selesai saya mencerna kata-katanya, adik saya itu sudah berlari ke ruang tunggu, menemui Ibu dan beberapa orang tante. Heboh. Termasuk bunyi musik di dalam dada saya. Tindakan operasi lanjutan, pemasangan alat, berarti sekitar 3 buah ring yang harus dipasang. Seratus juta, mungkin lebih.

Tak lama, Ibu dan tiga orang paman memasuki ruang observasi, menemui si dokter yang sudah menyatakan siap untuk melakukan tindakan lanjutan. Saya sedikit lega. Tak terbayang bila Ayah harus menunggu hingga antrian ke seratus enam puluh itu.

Image hosted by Photobucket.com



Lima menit kemudian, semua bergegas keluar ruangan dengan wajah setengah panik, terutama Ibu. Ada masalah dengan administrasi, operasi ditunda. Itu yang sampai ke telinga saya. Saya menunggu. Lima menit, sepuluh menit, dua puluh menit…cukup! Saya bergegas ke bawah, menemui tiga orang paman yang tengah berdiskusi di lobby. Di kepala saya membayang uang seratus juta yang entah bagaimana bentuknya itu. Masalah administrasi? Apalagi?

Tidak bisa tidak, saya pun turun ke bawah, menemui Ibu dan paman-paman saya, dan terlibat mundar-mandir mengurus ini-itu. Mengusahakan sebisa mungkin agar operasi tetap dilakukan hari ini. Entah keteledoran siapa, pihak RS Medistra tidak mengakui telah dihubungi oleh RS MMC atas jaminan tanggungan biaya dari kantor Ayah. Informasi harga alat dan proses operasi yang diberikan RS MMC kepada sekretaris kantor Ayah meleset jauh. Biaya operasi yang ternyata diperkirakan hanya 100 juta, membengkak jadi dua kali lipatnya. Berkali-kali me-lobby pihak admission-billing RS Medistra pun tak berhasil. Akhirnya selama satu jam itu, kami semua berdebar hingga kesal menanti approvement ulang dari pihak kantor untuk tambahan budget pengeluaran operasi. Ha. Good work. Membiarkan seorang pasien yang sudah kesakitan di ruang IGD, untuk mengalami sakit yang kedua kali akibat penundaan tindakan operasi.



Berbicara soal tanggungan, tentu saja RS Medistra tidak mau mengalami kerugian akibat tidak adanya dana cash dari RS MMC untuk pembelian alat-alat keperluan operasi. Padahal jaminan dari perusahaan tempat Ayah bekerja sudah jelas, dan sudah dikonfirmasi sebelumnya. Bukankah seharusnya 100 juta rupiah itu sudah dilayangkan ke RS Medistra, hingga sisa pembayaran dapat dilakukan kemudian setelah operasi selesai dilakukan? Tetapi tidak. RS MMC hanya membekali si perawat pengantar dengan 10 juta rupiah saja, sebagai DP katanya. Tidak hanya sampai di situ, kami pun harus menunggu hingga pukul dua siang sampai ambulan RS MMC datang menjemput, tanpa ada komunikasi lebih dulu bahwa kami hanya diantar kemudian dijemput kembali.

Image hosted by Photobucket.com



Beginilah, dan tak tahu lagi saya harus berkata apa. Sore hari, ketika tiba kembali di RS MMC, pihak perawat jaga dan juga dokter ahli jantung yang menangani Ayah berusaha mengklarifikasi dan berdalih atas kesalahan yang telah mereka perbuat. Saya memilih untuk tutup kuping, demikian juga yang saya anjurkan pada Ibu. Sudah cukup kelelahan hari itu.

Hari itu, saya mendapat sebuah pelajaran, bahwa setiap orang memiliki rezeki yang bisa jadi Allah datangkan melalui orang lain. Dan setiap rezeki itu, bukan tak mungkin harus diraih dengan kesusahpayahan terlebih dulu, tidak dengan gampang mengalir begitu saja. Penderitaan yang dialami selama proses mendapatkan rezeki tersebut, bisa jadi adalah pelajaran yang Allah berikan, sebagai pembelajaran dan juga penguji kesabaran. Bukankah setiap sakit yang diderita, bila dijalani dengan ikhlas, akan berbuahkan penghapusan dosa? Maka, ikhlaskanlah setiap jerih yang telah dilakukan dengan payah.

4 comments:

Anonymous said...

mba vit.. salam untuk ayahnya dan keluarga.. semoga ditabahkan dalam menjalani semua ujian ini.

DH Devita said...

to inta n yentri,

makasih ya...amiin...mudah-mudahan bisa dapet kemudahan...

insyaallah kamis pagi ini dioperasi, sebagai ganti jumat kemarin...

Ronny said...

O PEK BOK NIE (OBAT PENYUMBATAN ATERI)
Tulisan ini saya sadurkan berdasarkan pengalaman saya yang baru saya alami 6 Bulan lalu, dan mungkin bermanfaat bagi teman-teman kita yang mengalami hal yang sama seperti saya dan dapat menyembuhkan dengan biaya yang sangat terjangkau.

Pada 6 bulan lalu saya memeriksakan diri pada seorang ahli jantung di RS Medistra, hal ini saya lakukan mengingat usia saya sudah mencapai 55 thn. Dimana banyak teman-teman selifting di SMP sudah pada menghadap ke Sang Pencipta dikarenakan penyakit yang sama saya alami, dan tragisnya mereka semuanya dipanggil rata-rata di kantor sedang berkarya.

Hasil pemeriksaan pada waku itu, Pemeriksaan Laboratorium Darah, semuanya merah, hanya beberapa yang masih hijau. Trigliserin, SGPT, SGOT, Asam Urat, Kolesterol, Tekanan Darah 180/120 semuanya merah.EKG kocar kacir sehingga saya dianjurkan untuk memeriksa Klep jantung dan tebal dinding jantung, ternyata baik dan dikirimlah saya ke Scanning jantung, hasilnya sangat mengejutkan dan saya di-vonnis pembuluh darah di jantung mampet sebanyak 70%, dan disarankan di kateter untuk dimasukan Ring / Stand sebanyak 3 bh, dimana per Ring / Stand seharga Rp. 30 juta belum termasuk ongkos kerja.

Alhasil akibat iseng untuk mengecek jantung, malah menjadi pikiran, mana anak masih kuliah, piaran anjing banyak dan seorang istri yang menurut saya sangat sayang sekali untuk ditinggalkan .... mulailah saya membongkar laci-laci mendiang Ibu yang tercinta ... ketemulah secarik kertas dengan tulisan kanji dengan rapi di map surat-surat penting, mulailah saya mencari orang yang dapat membacanya ... ternyata setelah diterjemah OBAT PENYUMBAT PEMBULUH DARAH JAMUR HITAM PUTIH.

Bahan-bahan resep O PEK BOK NIE :

Jamur hitam putih : 45 Gram
Ang Cho : 10 Biji
Irisan Jahe : 8 Iris (tebal 2mm)
Daging Sapi Fille : 60 Gram
Air : 8 Gelas

Bahan dicuci bersih dan di godok dengan api kecil (Lebih baik dengan slow cocker) dan mengunakan panci dari tanah liat (TIDAK BOLEH PAKAI PANCI LOGAM!!). Hingga tersisa 2 Gelas. Bahan-bahannya dibuang hanya diambil airnya.

Cara minum :

Pagi bagun tidur dalam keadaan perut kosong, minum 1 Gelas
Malam sebelum tidur minum 1 gelas lagi.

Jumlah hari :

Minum setiap hari selama 24 hari (24 Set)

Setelah minum selama 24 hari (24 Set), dapat diulang setiap 2 bulan sekali 12 set, untuk maintainance.

Setelah saya meminum 24 set saya ditelpone oleh Rumah Sakit bahwa saya sudah harus di kateter, dan jadwalnya telah disediakan, dengan hati yang sangat tidak karuan saya memeriksa ulang darah di Laboratorium RS di bilangan Kemayoran, sunguh mengagetkan hasilnya, dimana yang merah tinggal 2 dan itupun diatas sedikit dari ambang batas atas.

Setelah itu saya bertekat untuk menenangkan diri, dan pergilah saya kembali ke RS Medistra dan di kateter dari pergelangan tangan, dimasukan selang hingga ke jantung, kemudian disemprotkan sejenis cairan yang dapat merubah warna sehingga kita dapat melihat dimana yang tersumbat melalui monitor seperti TV. Tiba-tiba sang Professor berkata : Lho kok tidak ada yang mampet ya! .... Puji Tuhan, saya berkata dalam hati, ternyata berkat meminum resep O PEK BOK NIE kebuntuan di pembuluh darah saya berhasil lancar kembali, dan kepekatan darah saya juga teratasi.

Sekarang setiap 2 blan sekali saya mengecek jantung saya dengan hasi EKG normal, Kepekatan darah normal. Tekanan darah 120/90, Hasil pengecekan darah sudah kembali normal semuanya.

Dengan tulisan ini semoga dapat membantu teman-teman yang mengalami hal serupa, dan bagi yang sudah di Ring/Stand dapat juga meminumnya untuk menjaga.

Ronny said...

Maap artikel obat untuk penyempitan pembuluh darah saya dapat dari Bpk. Dr.- Ing. S. Leowardi VDI (Nucl.) dan kisahnya pun beliau yang mengalami...saya hanya membantu mempostingnya,untuk orang2 yang membutuhkan. terimakasih.