Halaman

Tuesday, August 11, 2009

Something about Firna :)




Belakangan ini Firna sangat bisa diandalkan. Nggak pernah lagi 'gangguin' adek Fakhry sampai nangis, selalu semangat bantuin bunda jaga adek (walaupun kalau adeknya tetep aja nangis gara-gara ditinggal bunda jemur baju atau mandi akhirnya Firna bengong aja terus asyik sendiri), bantuin bunda rapikan baju ke dalam lemari, dan sederet hal-hal kecil yang rasanya jadi pelajaran baru setiap harinya.

Mendidik anak sudah pasti butuh kesabaran, setiap orang tua pasti paham. Tapi kesabaran yang saya maksud di sini adalah sabar untuk memperhatikan hasil dari didikan yang kita lakukan pada mereka. Jangan pernah berharap sekali atau dua kali mengajarkan sesuatu pada anak kemudian langsung dipahami dan diikuti. Butuh waktu, butuh berkali-kali mencoba, dan akhirnya ketika si anak melakukannya sudah pasti senang sekali hati ini rasanya.

Suatu kali, Firna memiliki kebiasaan baru yang sangat tidak saya inginkan, yaitu berteriak dan membentak. Menurut berbagai sumber, anak usia dua tahun bisa dikatakan sedang dalam masa 'terrible years'. Wah, saya terus terang tidak menyangka akan sesulit itu menghadapi kondisi tersebut. Kuping juga lama-lama panas mendengar seorang anak kecil yang tiba-tiba hobi berteriak-teriak dan menghardik setiap orang. SETIAP ORANG. Ini nggak bisa dibiarkan. Saya pun mencari cara, putar otak, trials dan errors, dan akhirnya ketemu!

Suatu pagi, ketika akan memandikan Firna, saya mendapatinya melakukan kedua hal itu lagi. Dan saya langsung menghampirinya, menatap lurus padanya dan mengatakan:

"Firna, kalau Firna membentak, teriak-teriak, atau nakal sama adek, Firna duduk di kursi."

Saya mengatakannya tegas-tegas, sambil menunjuk ke arah 'kursi hukuman' yang sudah lama saya berlakukan pada Firna. Reaksinya? Bisa ditebak. Ia teriak-teriak dan membentak saya. Ini dia. Saya langsung mengangkatnya, dan mendudukkannya di kursi itu. Ia berteriak lagi, membentak lagi, saya tinggalkan. Selama sekitar dua menit saja. Ia masih berteriak-teriak ditambah menangis. Tapi tidak turun dari kursi. Karena hukuman 'duduk diam di kursi' sudah ia pahami sejak lama. Cara itu efektif untuk Firna.

"Ingat ya, Firna. Kalau Firna membentak, teriak-teriak, atau nakal sama adek, Firna dihukum di kursi ini." tegas saya lagi setelah waktu 'hukumannya' selesai.

Apakah ia langsung menurut. Tentu saja tidak. Setelah tiga atau empat hari, baru saya mendapatinya berubah. Ketika ia mulai akan berteriak, saya langsung mengingatkannya tentang 'perjanjian' itu, dan ia tidak jadi berulah. Begitu terus selama beberapa waktu, sampai Firna benar-benar paham bahwa saya serius dengan larangan itu. Ini bukan masalah sepele, ini salah satu bagian dari mendidik kesopanan dalam sikap dan perkataannya. Setidaknya ini menurut saya. Membentak dan berteriak pada orang tua bukan suatu hal yang patut ditolerir, juga kepada siapapun sebenarnya.




Itu hanya satu peristiwa dengan putri kecil saya yang ceriwis itu. Kali lain saya mendapat sebuah pelajaran, bahwa otak seorang anak kecil memang benar-benar jernih, hingga saking jernihnya dapat menyerap apapun dengan begitu cepat. Kita sebagai orang tua hanya perlu bersabar dan tidak pernah bosan mengajarkan mereka. Berulang-ulang diucapkan (atau dinyanyikan), sampai mereka menghapalnya sendiri.

Firna anak yang cerdas musik. Apapun yang saya sampaikan dalam bentuk nyanyian akan dilahapnya. Sekarang malah ditambah menari. Geli kadang-kadang melihatnya megal-megol menirukan instruksi di film Sesame Street yang sering ditontonnya. Tapi yang membahagiakan adalah ketika Firna sudah mulai hapal huruf-huruf hijaiyah (ada beberapa huruf yang ia nggak tau menyebutnya gimana), dan dua buah doa pendek. Optimis dan bersabar! Pasti anak-anak kita bisa menyerap kebaikan sebanyak-banyaknya, asalkan kita sebagai orang tua mampu dan yakin bahwa kita bisa mengajarkannya pada mereka.

No comments: