Halaman

Wednesday, December 22, 2004

Untuk Ibu, Hanya Cinta

Sudah sejak lama saya merindukan saat itu. Saat saya bisa memberikan sesuatu untuk ibu. Saat sesuatu itu bisa menjadikan ibu tersenyum dan sekali lagi merasakan cinta untuknya. Walau ternyata kasih itu tak terukur.

Saya selalu merasa iri, setiap kali membaca tulisan dari orang-orang mengenai ibu mereka. Demikian indahnya barisan kalimat cinta yang saya baca. Saya yakin, di antara mereka yang menulis itu pastilah ada yang sampai tak tahan hingga menangis, oleh sebab perasaan yang tak lagi bisa dibendung. Mungkin mengingat betapa sering tersakiti hati ibu oleh perilaku yang walau tak disengaja. Mungkin mengingat betapa payah balasan yang diberikan kepada ibu, walau tak pernah terhitung banyaknya. Mungkin menyadari ketidaksanggupan diri untuk mengobati luka yang ibu rasakan di tengah pengabdiannya pada keluarga, juga kekhawatiran bila tak sanggup menceriakan hati ibu sepenuhnya-sebab tak pernah mengerti kesedihannya. Sebab ibu selalu menyuguhkan senyumnya yang termanis untuk kami semua. Sebab ibu selalu hadir setiap saat ada senang dan derita.

Ibu yang selalu cemas ketika ia melihat gundah tergambar di wajah saya, ibu yang selalu mengetahui susah hati yang saya rasakan walau semua itu tidak terucapkan, ibu yang terlihat binar di wajahnya ketika riang yang saya bawa pulang.

Hari ini ibu pasti tersenyum,
padaku,
akhirnya.

Karena kubawa berita suka,
tidak lagi derita,
seperti kemarin dulu.

Senyum ibu berarti dunia,
bagiku,
selamanya.

Sebab kali ini senyum itu berarti
tak lagi kutambah susah hati,
untuk ibu dan aku sendiri.

Tiada aku menangis lagi.

(9 Agustus 2004, alhamdulillahirrobbil'aalamiiin)


Saat saya akhirnya bekerja dan mendapatkan penghasilan sendiri, saat saya telah memilih dan memutuskan untuk melengkapi rencana masa depan saya dengan menikah, saat saya mengalami keberhasilan-keberhasilan kecil dalam aktivitas saya,…saat itu saya pikir saya telah memuaskan dan memenuhi harapan dan keinginan ibu. Namun sesungguhnya, harapan dan keinginan ibu hanya satu, yaitu melihat anaknya bahagia. Itu semua bukan untuk ibu, melainkan untuk diri saya sendiri. Mungkin saya memang tak pernah bisa memberikan balasan apapun untuknya.

Ibu, saya hanya punya cinta. Yang mungkin juga tak cukup untuk menggantikan setiap peluh dan air mata.

Ibu, saya menjanjikanmu doa. Menghadirkanmu dalam bayang hati saat lantunan pinta itu perlahan menelusup dalam ucapku.

Ibu, rindu ini untukmu.

Dipersembahkan untuk semua IBU, dan setiap mereka yang akan menjadi IBU, dan juga mereka yang sedang mempersiapkan diri untuk menjadi IBU.

No comments: