Halaman

Friday, June 20, 2008

Merindukan Taubat

Pernahkah Anda merasa begitu penat dengan semua kesibukan yang sedang dikerjakan dan yang menanti untuk diselesaikan?

Suatu malam, saya menjelang tidur dengan pikiran penuh dengan berbagai macam hal yang tak bisa saya enyahkan. Hari itu, beberapa tugas belum diselesaikan, esok hari ada tugas lain yang menanti untuk dirampungkan, lalu curhat dari dua orang 'adik' yang baru saja memenuhi kepala saya, kemudian problem kecil di rumah yang rasanya begitu menghimpit dada. Terlalu banyak bagi saya, pikir saya malam itu. Dan mata saya tak bisa terpejam hingga sekitar sejam setelah saya membaringkan badan.

Lelah, hampir di semua persendian dan tulang-tulang rasanya sedang merintih-rintih kesakitan. Tapi entah bagaimana, berbagai hal yang memenuh-sesakkan kepala ini mencuat ke segala sisi, seakan seperti berontak ingin diselesaikan satu per satu. Dan sepertinya malam itu saya tertidur dengan otak terus bekerja keras, hingga pagi.

Paginya, semua penat itu berkumpul jadi satu dan 'menyerang' saya, ketika sebuah insiden kecil terjadi. Tangis saya seketika tumpah, tanpa bisa saya tahan. Dan saya beraktivitas sepanjang pagi dengan membiarkan air mata saya mengalir deras.

Waktu dhuha, dan saya memutuskan untuk bersimpuh pada-Nya. Setelahnya, saya menutup pintu kamar rapat-rapat, dan menikmati lembaran ayat-ayat cinta-Nya, yang sepertinya pagi itu terasa begitu merindukan. Mungkin sekitar satu jam saya terpekur, dan terus membaca. Kedua tangan saya rasanya betah untuk berlama-lama menggenggam erat mushaf bersampul merah itu. Dan saya menangis lagi.

Mungkin banyak yang menganggap ini adalah sebuah hal klise yang bisa saja dialami setiap orang. Memang betul. Selepas dhuha dan tilawah, saya keluar dari kamar. Perasaan saya jauh lebih ringan. Satu per satu tumpukan masalah di kepala saya seperti tertata sendiri di 'laci' masing-masing. Sore harinya, ketika saya bercuap-cuap di sebuah stasiun radio untuk sebuah program 'Zona Inspirasi', sepertinya benak saya merenung jauh, dan kalimat-kalimat yang keluar dari mulut saya menambah kesejukan ke dalam hati saya sendiri.

Saya jadi teringat, seseorang pernah mengatakan pada saya bahwa, apa yang keluar dari lisan kita akan sesuai dengan apa yang tersimpan dalam hati kita. Jika ruh ini 'penuh' dengan rasa cinta pada-Nya, maka kita akan mampu menjadi 'ruh' bagi orang lain. Bukti nyata tentu saja harus ada. Tidak mungkin tampilan luar akan baik apabila isi hati tak baik pula. Kecuali jika ia termasuk golongan orang-orang munafik. Na'udzubillahi min dzaalik.

Subhanallah ... pagi ini, hati saya segar. Dan mushaf merah itu terus saya rindukan. Rupanya penat yang menumpuk itu sempat menyisakan lalai pada diri saya, hari-hari kemarin. Semoga Ia berkenan untuk kembali menerima taubat saya hari ini, dan juga hari-hari setelah ini. Amin.

1 comment:

Restu said...

Assallammualaikum wrwb. Wah ini blog yang bagus, ceritanya sangat menarik. Aku senang sekali bisa mengunjunginya. Salam sukses buat anda. Anda bisa mengunjungi saya di http://public-claim.blogspot.com