Halaman

Tuesday, June 24, 2008

Perjalanan ke Langit

Mencermati sebuah peristiwa Isra’ Mi’raj memang membawa persepsi bermacam-macam bagi setiap orang. Memahaminya sebagai sebuah mukjizat pun bisa menimbulkan ‘pernak-pernik’ lain dalam keyakinan yang tertanam dalam diri masing-masing. Dan sesungguhnya, peristiwa-peristiwa menakjubkan yang terjadi pada momen tersebut bukanlah satu-satunya yang menjadi tema utama bagi sebuah keyakinan. Melainkan hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.

Sebuah Hiburan yang Menakjubkan
Menapaki awal perjalanan dakwah yang penuh rintangan telah menjadi ujian tersendiri bagi Rasulullah SAW. Sebagian dari kita mungkin pernah mendengar atau membaca tentang peristiwa Thaif, dimana beliau mengalami penghinaan dan siksaan dari penduduk kota tersebut. Sebelum itu pun Rasulullah SAW dan para sahabat telah mengalami ujian berat, dengan menjalani tiga tahun pemboikotan total oleh kaum kafir Quraisy terhadap Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib.

Ujian tak terperi berikutnya adalah meninggalnya dua orang yang sangat berarti dalam kehidupan Rasulullah SAW, yaitu Siti Khadijah dan Abu Thalib. Seorang istri tercinta yang selalu menjadi pendukung utama dakwah beliau, dan paman tercinta yang telah menjadi pelindung dan penjaga beliau dari intimidasi kaum kafir.

Maka perisitwa Isra’ dan Mi’raj menjadi sebuah bentuk hiburan tak biasa yang hanya dialami oleh seorang Muhammad SAW.

Ganjaran bagi Sebuah Kesabaran
Sebuah ujian yang paling ringan sekali pun, tak mungkin sukses dilewati tanpa adanya kesabaran. Hakikatnya sabar adalah tidak terbatas. Maka keberhasilan Rasulullah SAW menjalani setiap kesulitan –yang rasanya tak mungkin bisa dihadapi dengan sukses oleh manusia mana pun- sebelum perisitwa Isra dan Mi’raj memang mewajarkan adanya ganjaran luar biasa dari-Nya. Yaitu berjumpa dan berbicara langsung dengan Sang Khalik.



Membawa Perintah Shalat
Menemui Allah SWT secara langsung dan mendapatkan perintah untuk melaksanakan shalat lima waktu tidak sesederhana seperti seorang murid yang menerima perintah mengerjakan tugas dari gurunya. Ketika pada awalnya Rasulullah SAW menerima perintah dari Allah SWT untuk menjalankan shalat sebanyak 50 kali sehari semalam, terjadilah dialog antara dirinya dengan Nabi Musa as.

Sesungguhnya umat manusia, umat Muhammad SAW, adalah lemah. Tak mungkin sanggup melaksanakan sekian banyak waktu shalat yang awalnya ditetapkan. Demikian yang digambarkan oleh percakapan antara Nabi Musa as dengan Rasulullah SAW. Jika saja kita mau mengintrospeksi diri, apakah lima waktu shalat wajib yang sudah ‘diperjuangkan’ oleh Nabi tercinta di hadapan Allah SWT telah kita jalani dengan sempurna? Sedangkan dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Ishaq, Rasulullah SAW mengatakan bahwa jika salah seorang di antara umatnya mengerjakan shalat lima waktu dengan mengimaninya dan mengharap ridha Allah, maka ganjarannya adalah pahala sebanyak lima puluh shalat.

Sebuah Pembuktian akan Kekuasaan Allah SWT
Sadarkah kita semua, bahwa waktu yang harus ditempuh antara kota Makkah dan Palestina adalah lebih kurang selama 40 hari, jika ditempuh pada zaman Rasulullah SAW hidup. Dimana pada waktu itu belum tersedia kendaraan modern seperti yang ada sekarang. Dan perjalanan menuju langit hingga ke hadapan Sang Pencipta sungguh merupakan jenak waktu yang tak terbayangkan bagi manusia mana pun.

Maka kesemua dari detail perjalanan Rasulullah menuju Allah SWT tak mungkin terhitung oleh penelitian empirik mana pun, melainkan oleh sebuah keyakinan mantap akan kekuasaan Allah SWT, Sang Pemilik Kehidupan.

Subhanallah, Maha Suci Ia yang telah memperjalankan seorang Muhammad dalam perjalanan Isra’ dan Mi’raj. Sebuah perjalanan agung yang tak mungkin terulang dan dialami oleh manusia mana pun.

Maka mendekatlah selalu kepada-Nya dalam setiap amal baik yang kita lakukan. Jalani kehidupan yang singkat ini dengan langkah yang selalu menuju kebaikan. [dev]

Ditulis untuk rubrik "Bahasan Utama" buletin MEMORI FLP Sengata

1 comment:

KEDAI AQIQAH said...

Sepakat....! Pokoke keep fighting never ending and keep smiling until going (back to Allah)