Halaman

Saturday, April 25, 2009

Dakwah dan Sebuah Proses Belajar

Semenjak saya berkecimpung dalam dakwah, saya telah diajarkan bahwa siapapun yang melakukan dan apapun caranya (asalkan tidak melanggar perintah Allah Swt dan Sunnah Rasulullah SAW) maka tujuan yang sama yaitu berdakwah kepada Islam tidaklah boleh menjadi awal pertentangan. Toh, tujuan kita sama: berdakwah kepada Islam dengan tujuan lillahi ta'ala. Dan apapun sarananya, akan tetap menjadi sebuah sarana saja, tidak boleh berubah menjadi tujuan utama. Sebab jika berubah, maka itu akan mengubah niat lurus tulus ikhlas menjadi melenceng. Bukankah sebuah amal yang tidak didasari niat yang ikhlas maka amal itu tidak diterima?

Dan kemudian saya merenungkan perjalanan dakwah yang telah semenjak tahun 1994 saya tekuni. Saya telah bersama-sama dengan orang-orang yang sabar, yang rajin mengkaji Islam serta memacu saya untuk meningkatkan ibadah harian, yang mengajarkan saya cara menyampaikan kebaikan pada orang lain dengan simpatik, dan juga memahamkan pada saya bahwa walaupun sekian banyak orang menentang dakwah namun langkah tak boleh berhenti. Sebab proses perjalanan dakwah itu sendiri lah yang terpenting; bagaimana kita berinteraksi, bagaimana perlahan pemahaman mulai terbentuk, bagaimana belajar berkorban untuk kepentingan orang lain, dan bagaimana menang dan kalah harus dihadapi. Jawabannya tetap sama: jika konsisten, maka apapun hasilnya akan selalu terasa membanggakan. Bukankah kita semua adalah para pembelajar? Dan orang-orang yang belajar harus terbiasa dengan kegagalan serta keberhasilan.

Bagaimana dengan hasil maksimal yang selalu menjadi target sebuah tindakan, dan harapan tinggi dari sebuah upaya? Tentu saja hal tersebut patut diperhitungkan. Sebab dari mencanangkan sebuah target, semangat dan kerja keras akan termunculkan. Seseorang yang memiliki impian tinggi dan kemauan untuk mewujudkannya, suatu saat akan mengubah mimpinya menjadi sebuah kenyataan. Dan saat itu ia akan menikmati sebuah hasil membanggakan dari upayanya selama ini. Tetapi memang waktu dimana impian itu terwujud tidak pernah bisa diatur oleh si pelaku. Sebab manusia memang hanya bisa berusaha, dan selebihnya akan berlaku ketentuan Sang Maha Kuasa. Bila memang terwujudnya sebuah mimpi merupakan kebaikan baginya, maka Allah SWT akan mengabulkan, namun bila ternyata itu bukanlah sebuah kebaikan, bisa jadi Allah SWT tidak memberikannya atau menundanya hingga saat yang tepat. Wallahu A’lam. Hidup memang misteri, sebab itulah kita semua hanya bisa berusaha dan terus berusaha. Siapa tahu, impian tersebut akan terwujud ketika kelak anak dan cucu kita yang menjadi pelakunya. Hingga kita sendiri tak bisa menikmati, namun bukankah dengan tetap berusaha dengan ikhlas berarti kita sedang merajut investasi untuk generasi mendatang? Berarti tidak ada satu pun usaha manusia di dunia yang sia-sia.

Ketika saya berpindah-pindah tempat tinggal, tentunya lebih beragam lagi orang yang saya temui. Berbagai karakter pribadi, berbagai pemahaman. Pengetahuan seseorang memang sepertinya tidak bisa diukur dengan umur. Artinya, seseorang yang berusia 40 tahun misalnya, bukan berarti lebih paham dan lebih banyak pengetahuannya daripada seseorang yang berusia 20 tahun. Dan sebaliknya, seseorang yang berusia 20 tahun memang belum tentu lebih berpengalaman daripada seseorang yang berusia 40 tahun. Bagaimanapun, setiap orang telah menjalani kehidupannya masing-masing, dan itu akan menjadi penentu bagi lebih dan kurangnya pemahaman seseorang akan sesuatu.

Demikian juga dengan sikap berbeda yang ditunjukkan masing-masing orang terhadap kemenangan maupun kekalahan. Seperti yang dipaparkan di atas. Karakter pribadi, kekuatan iman, dan pemahaman akan hidup akan menjadikan reaksi itu berbeda-beda. Kadang, ketidaksiapan menghadapi sebuah kemenangan akan membuat sikap seseorang menjadi konyol di hadapan orang lain. Dan juga sebaliknya, ketidaksiapan seseorang dalam menghadapi kekalahan akan membuat orang tersebut terlihat betul sebagai seorang pecundang. Padahal tidak perlu seperti itu, sebab kita semua adalah pembelajar. Dan pembelajar sejati tak pernah berlebihan dalam menanggapi kemenangan dan kekalahan yang mesti ada dalam kehidupan. Tapi, ya memang, manusia tetaplah seorang manusia. Ia selamanya tidak pernah menjadi malaikat. Jadi, tak perlu risau dengan ketidaksempurnaan itu.

Di balik keberhasilan dan kegagalan selalu ada pelajaran besar bagi kelanjutan hidup ini. Bukankah dakwah tidak akan pernah berhenti selama masih ada orang-orang yang perlu didakwahi? Dan bukankah inti darinya adalah proses belajar? Dan proses belajar yang selama ini dijalani tidak boleh berkurang atau bahkan berhenti hanya karena kita semua sedang sibuk bertarung. Seperti juga Rasulullah dan para sahabat dulu, yang tidak pernah melupakan aktivitas peningkatan ruhiyah ketika pun sedang perang. Jadi, ketika Allah belum menakdirkan kemenangan itu hadir, berarti ada satu dua pelajaran yang perlu kita pahami. Mungkin kesibukan bekerja menjadikan kita lupa akan esensi dari dakwah yang dilakukan? Yaitu belajar dan mengajarkan.

Mari, kembali kepada orisinalitas dakwah ini. Mari beningkan hati kembali.

Wallahu A’lam.

No comments: